Skip to main content

Posts

Teruntuk Suamiku

Aku sering bertanya-tanya, kebaikan apa yang dulu pernah kulakukan sehingga Allah membalasnya dengan kehadiranmu dalam hidupku? Sampai sekarang aku belum menemukan jawabannya kecuali anggapan bahwa semua ini adalah murni kasih sayang pemberian dari-Nya. Dulu aku tidak percaya ada laki-laki sepertimu. Sebab memang tidak pernah aku temui yang sesempurna engkau selama hidupku. Sempurna menurut doa yang kupanjatkan pada Tuhanku beberapa tahun yang lalu. Kau adalah pria yang tatapannya selalu mampu membuatku merasa dicintai. Aku selalu merasa aman bila ada kau di dekatku. Kau adalah pria yang doa-doa baiknya senantiasa mendekapku sebelum aku jatuh tertidur. Kau pasti menghentikan aktivitasmu bila melihatku mulai murung. Lalu kau mendekat dan memelukku seolah tak ingin kesedihan sekecil apapun hinggap lama-lama dalam benakku. Kau tak pernah tega melihatku kelelahan. Tanganmu menengadah, selalu siap kalau-kalau aku membutuhkan bantuanmu. Seletih apapun engkau dari pekerjaan
Recent posts

Catatan Malam Minggu (untuk 18+)

Sudah hampir sepuluh hari saya berada di Jungpasir, mengobati kerinduan saya terhadap rumah dan seisinya. Malam ini dan malam Minggu lalu saya menyadari ada suara yang berbeda di sini. Kalau lantunan orang tadarus tiap malam di bulan Ramadhan dan lantunan Al-Barzanji tiap malam di bulan Maulid sih  sudah biasa. Dan kalau tiap malam Jum’at tiap speaker musholla diramaikan oleh lantunan Al-Barzanji juga biasa. Masalahnya ini tiap malam Minggu loh ada lantunan bacaan Qur’an. WOW. Kata orang tua saya itu program dari desa, khataman Qur’an bergilir tiap minggu dan dikhatamkan tiap malam Minggu di masjid kebanggan kami, Masjid Al-Azhar. Malam Minggu membawa ingatan saya menuju saat-saat sebelum menikah kurang lebih setahun punjul  yang lalu. Karena saya sudah menikah, bolehlah kiranya saya menuliskan hal yang mungkin bagi sebagian orang sungkan untuk membahasnya. Tapi bagi pasangan halal atau yang mau menuju halal, kuy belajar tentang proses pembuatan anak (yang tidak asal-asalan).

Kembali ke Blog Setelah Vakum Setahun

Jujur saja setelah menikah diri ini dimanja dengan waktu luang. Jaman gadis, saya sangat mendambakan waktu luang, di mana saya bisa membaca sepuasnya, mengaji sepuasnya (ehemmm masa seeeh), dan menulis sepuasnya karena tidak ada tuntutan apa-apa. Kenyataannya semakin banyak waktu luang yang dimiliki, semakin sulit mengatur jadwal karena terlena dengan tidak adanya tuntutan dari orang lain. Itulah mengapa ada petuah: “When syaithan can’t make you commit sins, he makes you waste your time” . Sebelum menikah, jadwal saya full seharian: Pagi bangun tidur pukul 04.00 ke kamar mandi untuk mandi, wudhu, sholat, bangunin anak-anak asrama PP. Al-Hakim Putri tercinta, lanjut jamaah subuh dan menyimak bacaan Qur’an dan hafalan anak-anak. Setelah itu oprak-oprak anak untuk piket (yang ini dua hari sekali), siap-siap berangkat ke sekolah di jam 0 untuk tahfidz, sarapan, lanjut berangkat ngantor sampai pukul 17.00 WIB. Pulang dari kantor langsung makan, istirahat sebentar, mandi

Menuju Kehidupan Level Dua

Sudah ada setengah tahun saya tidak lagi menulis di blog. Salah satu sebabnya adalah netbook saya rusak lagi, sepertinya minta adek. Sedangkan sebab utamanya sih jelas: karena malas menulis, lebih mudah bicara. Padahal kalau niat, pakai media apa saja kan bisa, huhu. Ya gitu deh. Akibatnya, ide-ide selalu terpendam, atau jadi story yang gak seberapa panjang dan hilang setelah 24 jam. Yang saya ingat, saya ingin menuliskan kesan-kesan saya menjalani kehidupan di level satu, salah satunya tulisan ini. Ibarat main game ( karena sejak awal Juli saya kecanduan main Onet, tapi sekarang sudah uninstal karena bosan setelah level 33 tantangannya itu-itu aja ), kehidupan sejak kecil hingga memasuki usia ini saya kategorikan ke dalam level satu. Ujiannya pun begitu. Yaaa standar lah semua manusia punya ujian hidup masing-masing yang harus dilalui. Berat tidak berat adalah kita sendiri yang menentukan, sebab semua itu sudah diatur oleh Creatornya, Creator kita, Allah. Manusia di Sek

The Value of Everything

Dunia instagram akhir-akhir ini dihebohkan dengan nama salah satu kontestan Indonesian Idol, Marion Rambu Jola Pedy. Video audisinya menjadi trending di youtube dengan jumlah viewers mencapai 14,5M terakhir saya lihat sore tadi. Suaranya keren, cantik parasnya, warna kulit eksotis, tubuh proporsional, model, dancer, dan usianya masih 17 tahun. Sejak mengikuti Indonesia Idol, semakin banyak orang yang memujinya. Saya yang tadinya tidak pernah amat antusias dengan musik, sampai terpukau mendengar suaranya saat menyanyikan Swala dan That’s What I Like (cover di salah satu post ig). Tapi baru ngeh bahwa itu Marion Jola ya setelah dia terkena  musibah sebagai berikut. Belum lama setelah ia jadi trending di youtube dan buah bibir orang banyak karena kelebihan yang dimilikinya, Indonesia dihebohkan dengan beredarnya video tidak senonoh yang di dalamnya terdapat wajah yang diduga Marion. Pertama kali saya lihat di pencarian instagram, saya lupa nama akunnya karena muncul sendir

Ke-24

Selamat Ulang Tahun (Dee Lestari) Ribuan detik kuhabisi Jalanan lengang kutentang Oh, gelapnya, tiada yang buka Adakah dunia mengerti? Miliaran panah jarak kita Tak jua tumbuh sayapku Satu-satunya cara yang ada Gelombang tuk ku bicara Tahanlah, wahai Waktu Ada "Selamat ulang tahun" Yang harus tiba tepat waktunya Untuk dia yang terjaga menantiku Tengah malamnya lewat sudah Tiada kejutan tersisa Aku terlunta, tanpa sarana Saluran tuk ku bicara Jangan berjalan, Waktu Ada "Selamat ulang tahun" Yang harus tiba tepat waktunya Semoga dia masih ada menantiku Mundurlah, wahai Waktu Ada "Selamat ulang tahun" Yang tertahan tuk kuucapkan Yang harusnya tiba tepat waktunya Dan rasa cinta yang s'lalu membara Untuk dia yang terjaga Menantiku Teruntuk pria yang sedang tersenyum memasuki usia ke-24, seseorang yang aku ingin dicintai oleh dia lebih dari selamanya 24 tahun Bukan soal bertambah atau berkurang, melainkan s

Pendidikan Kekinian (Sebuah Refleksi dan Sedikit Balada)

Entah sejak kapan tepatnya, dulu setelah lulus sekolah SMA saya pernah bertekad untuk mendidik anak saya sendiri kelak, tanpa perlu harus sekolah di usia dini. Sebuah tekad yang tidak berdasar, tanpa konsep, dan terkesan ngawur. Saya ingat betul pernah mengungkapkan hal itu dengan seseorang. Dia bilang, Itu namanya sok pintar. Anak-anak **** (menyebut profesi yang hanya bisa didapat melalui ascribed status) yang jelas lebih tinggi ilmunya dari kamu saja masih butuh orang lain untuk mendidik anaknya. Mereka malah mendedikasikan hidupnya untuk mendidik anak orang lain. Banyak dari mereka yang anaknya justru dirawat oleh santri-santrinya. Merasa dipatahkan sebelum berkata banyak, saya segera urungkan tekad saya itu dan menyimpannya sendiri dalam hati lama-lama. Hingga akhir-akhir ini, apa yang saya alami dan rasakan memaksa saya untuk mempelajari dan mengingat-ingat tekad saya beberapa tahun lalu. Segala pertanyaan muncul, mengapa ada anak yang tumbuh begini dan ada anak yang