Doa Rabiah dari Basrah
Wahai Tuhanku,
Apapun jua bahagiaan dari dunia kini yang akan Kau
anugerahkan padaku, anugerahkan itu pada musuh-musuh-Mu dan apapun jua
bahagiaan dari dunia akan tiba.
Wahai Tuhanku,
Urusanku dan gairahku di dunia kini dan dunia akan
tiba adalah semata mengingat Dikau di atas segalanya.
Dari kesegalaan di semesta ini pilihanku adalah
berangkat menemui-Mu. Inilah yang akan kuucapkan kelak “Dikaulah segalanya.”
Wahai Tuhanku,
Tanda paling permata dalam hatiku adalah
harapanku pada-Mu dan kata paling gula di lidahku adalah pujian pada-Mu dan waktu paling kurindu adalah jam ketika aku bertemu dengan Kau.
harapanku pada-Mu dan kata paling gula di lidahku adalah pujian pada-Mu dan waktu paling kurindu adalah jam ketika aku bertemu dengan Kau.
Wahai Tuhanku,
Aku tak dapat menahankan hidup duniawi ini tanpa
mengingat-Mu dan bagaimana mungkin daku hidup di dunia akan tiba tanpa menatap
wajah-Mu?
Wahai Tuhanku,
Inilah keluhanku. Daku ini orang asing di
kerajaan-Mu dan mati kesepian di tengah-tengah penyembah-Mu.
Wahai Tuhanku, jangan jadikan daku kelewang di
tengah penakluk perkasa. Jelmakan daku jadi tongkat kecil penunjuk jalan bagi
si orang buta.
Wahai Tuhanku,
Jangan jadikan aku pohon besar yang kelak jadi
tombak dan gada peperangan. Jelmakan daku jadi batang kayu rimbun di tepi jalan
tempat musafir berteduh memijat kakinya yang lelah.
Wahai Tuhanku,
Sesudah mati, masukkan daku ke neraka dan jadikan
jasmaniku memenuhi seluruh ruang neraka sehingga tak ada orang lain dapat masuk
ke sana.
Wahai Tuhanku,
Bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka,
jadikanlah neraka kediamanku. Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah
nikmat di surga, maka tutuplah pintu surga selamanya bagiku.
Tetapi apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata,
maka jangan larang daku menatap keindahan-Mu yang abadi.
Sebelumnya, terima kasih pada bapak
Taufik Ismail yang telah menerjemahkan puisi ini ke dalam bahasa Indonesia pada
tahun 1975. Terima kasih juga pada seseorang yang telah menerjemahkan puisi
aslinya ke dalam bahasa Inggris sebelumnya. Terima kasih lebih banyak pada
bapak Danarto yang telah memperkenalkannya kepada saya lewat cerpen “Tangga
Nada” hingga membuat bulu kuduk saya merinding. Entah efek apa, tapi baru dua
kali ini saya mengalami katarsis setelah membaca cerpen. Yang pertama cerpen
“Subuh itu Biru” dari majalah Annida online. Ada kok cerpennya di http://celotehsubuhku.blogspot.com/2014/03/subuh-itu-biru.html
Puisi di atas sebenarnya sudah
pernah saya baca beberapa kali sebelum saya membaca cerpen “Tangga Cinta”
beberapa waktu yang lalu. Tapi entah kenapa baru terasa getarnya kali itu.
Mungkin kejiwaan sangat mempengaruhi, entahlah... karena memang saya merasa
sangat cengeng akhir-akhir ini. Lebih-lebih ketika sedang sendiri, melamun,
maupun ketika hendak tidur. Tapi tak apa, bapak Taufik Ismail pun sering
menangis, baik ketika membaca puisi, ketika sholat, ketika mengaji, bahkan ketika
berbicara biasa. Ya Allah... Seandainya dengan cara itu Kau lembutkan hatiku
dan Kau bersihkan mataku dari penyakit-penyakit dan dosa yang menempel padanya,
aku bangga Ya Robb...
Sabtu,
22 Maret 2014
Comments
Post a Comment