Seseorang di sana melabeli dirinya
dengan ketiga di atas. Kegiatan kampus antar-fakultas mempertemukan dia lagi di
hadapan saya setelah sebelumnya saya yakin sering bertemu dengannya di acara
seminar-seminar kampus. Dia adalah seseorang dengan sorot mata penuh kharisma
menutupi fisiknya yang biasa-biasa saja.
Sejak pertama kali, saya meyakini bahwa dia pasti bukan
orang biasa-biasa saja. Penasaran dan kepo adalah passion saya, maka bertanya wajar adalah langkah pertama sebelum penyelidikan
mandiri lebih lanjut. Para narasumber saya adalah orang-orang yang telah lebih
dulu mengenalnya. Benar saja jawabannya, istimewa.
Berdasarkan hasil penyelidikan mandiri lebih lanjut,
saya menemukan namanya banyak terdapat di media, berita daerah, koran lokal,
atau blog-blog pribadi. Kisah hidupnya ternyata dimuat di salah satu blog
inspirasi mahasiswa. Ada utobiografi paaaanjang sekali di sana. Terpercaya tentu saja karena ditulis oleh orangnya sendiri. Memuat kisahnya
sejak ia lahir sampai menginjakkan kaki di universitas yang sama dengan saya
saat ini. Semakin ke sini semakin menarik.
Pagi ini bangun tidur, setelah berminggu-minggu segala
pikiran terfokus pada hal lain, tiba-tiba nama orang itu muncul dalam kepala
saya. Rasa penasaran dan naluri yang kuat mendorong saya untuk melakukan
penyelidikan lebih lanjut lagi tentangnya. Padahal informasi yang saya dapat
adri autobografi dan berita-berita lokal waktu itu sudah lumayan sekali banyaknya.
Hanya saja, keyakinan bahwa selalu ada hal menarik yang dapat dipelajari
darinya membuat saya menuruti rasa penasaran itu. Jadilah sejak pukul empat
pagi sampai pukul sembilan hanya disela dengan sholat shubuh saya terpaku
dengan smartphone mengorek-orek timeline-nya. Tanpa sepengetahuannya
tentu saja.
Saya mendapatkan banyak sekali informasi dan hipotesis
tentangnya. Tidak ada sampah dalam timeline-nya.
Menjadi pejuang, pemikir, dan penulis adalah doktrin yang ia tanamkan dalam
dirinya. Saya rasa doktrin itu sudah mendarah daging dalam tubuh kurus keringnya
itu. Saya ingin tambahkan, dia adalah seorang pejuang yang tangguh, pemikir
yang kritis, penulis yang konstruktif, kompetitor yang handal, orator yang
ulung, motivator yang provokatif, dan yang paling penting dia adalah seseorang
yang melakukan segala hal dengan totalitas yang luar biasa. Tentu saja ini
penilaian subjektif saya, namun ini bukan mengada-ada karena saya pernah tiga
hari penuh satu kegiatan dengannya. Kelompok yang ia pimpin waktu itu adalah
kelompok terbaik yang pernah saya lihat. Kharisma pemimpinnya, kecerdasan
pemimpinnya setiap kali menyelesaikan masalah, keputusan pemimpinnya yang
ditaati, semua itu membuat kelompok tersebut unggul dari kelompok yang lain.
Apakah saya mengaguminya dari jauh? (kaya lirik lagu)
Tidak! Saya mengaguminya dari dekat. Kagum yang tak
akan saya tunjukkan di depannya. Kagum tanpa tendensi ingin menjadi orang
terdekatnya. Kagum yang biasa-biasa saja. Bukan kagum yang lalu kemudian
berharap ia menjadi lelaki masa depan saya, tidak meskipun saya tahu dia bukan
lelaki menye-menye yang mengobral cinta. Tidak, meskipun saya tahu dia sedang
berusaha menjadi yang terbaik untuk mendapatkan pendamping yang terbaik. Sejauh
ini dia adalah tipe laki-laki yang mengorbankan kepentingan dirinya untuk
kepentingan orang banyak.
Saya memang benci laki-laki cengeng, menye-menye,
berhati perempuan, mengobral cinta, dan rela memberikan apapun demi wanita.
Laki-laki autis yang masih sibuk dengan dirinya sendiri. Tapi saya juga tidak
terbayang mendampingi seorang aktivis yang hidupnya didedikasikan penuh untuk
kepentingan rakyat maupun umat sehingga melupakan keluarganya (kepentingan
dirinya). Karena keluarga adalah organisasi terkecil yang paling penting,
pondasi peradaban yang paling menentukan masa depan bangsa ini.
Sampai di sini, saya tidak akan mendefinisikan siapa
orang itu, ciri-ciri detailnya, kisah hidupnya, apalagi prestasinya. Karena
akan sangat mudah diidentifikasi jika saya menyertakan satu atau dua informasi
khusus tentangnya. Saya tidak ingin suatu hari barangkali ia tersasar membaca
blog ini, ia tahu bahwa saya menulis ini. Tidaaak! Jangan!
“Saya tidak ingin kamu melambung tinggi-tinggi karena
dipuji sedemikian rupa. Jadilah kamu apa adanya. Segala yang kamu capai dan
cita-citakan, anugerah yang Tuhan berikan padamu, jangan dirusak karena riya’. Kamu
adalah pemuda harapan bangsa. Tetaplah seperti itu.
Suatu hari nanti, kalau kau masih tetap menjadi dirimu
ini dan mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di Indonesia, maka saya
adalah simpatisan tanpa bayaran yang akan berusaha sesuai kapasitas saya untuk
mendukungmu. Saya akan dengan bangga mengatakan bahwa kamu adalah teman saya
dan saya tahu kualitas dan kapabilitasmu, serta sepak terjang dan pengalamanmu
sehingga kamu pantas menjadi orang nomor satu di negeri ini.”
Seseorang yang tidurnya
selama kedipan mata, karya dan kerjanya di balik jam tidur mereka.
Seseorang yang
menganut paham bahwa cinta bukan soal kebutaan rasa, melainkan rasionalitas
asa.
Seorang pengikut
marhaenisme sejati.
(catatatan 21 Juli 2015)
Comments
Post a Comment