Untuk
setiap desah nafas yang kau hembuskan padaku di sela-sela kesibukanmu,
kuucapkan terima kasih.
Untuk
setiap suntikan nasehat yang kau berikan padaku, juga pada perempuan-perempuan
sebelumku, aku juga mengucapkan terima kasih.
Begitu juga semua rahasia yang pernah kau ceritakan padaku. Terima kasih
sudah percaya padaku.
Maaf,
hanya terima kasih, tak bisa lebih.
Aku
ingat sesuatu... Kesalahanku menyikapi dirimu.
Salah
itu saat kau mengajakku berlari sejauh apa yang kau mau, namun aku berlari lebih
jauh dari itu. Kupikir kau akan senang dan mengejarku. Tapi kau bilang,
“Tunggu!”
Salah
itu saat kupikir aku adalah satu-satunya teman perempuan yang kau ajak berlari
bersamamu, tapi ternyata aku adalah salah satu dari banyak, entah berapa,
mungkin 9 atau lebih.
Aku
terkejut, aku bodoh, dan aku merasa sangat malu pada diriku sendiri ketika di
tengah salah satu pemberhentian, kau
perkenalkan aku dengan mereka satu per satu. Mereka adalah sebelumku yang
pernah kau ajak berlari bersamamu.
Ah,
kalau tahu begitu harusnya aku cukup berlari sendiri.
Memang
perjalanan selanjutnya hanya aku yang berada di sampingmu, tapi kau masih rajin
menyebut-nyebut mereka, menceritakan kehebatan mereka dalam berlari, sedang aku
hanya teman lari yang biasa-biasa saja.
Huft,
kan sudah kubilang. Kalau tau begini, aku lebih suka berlari sendiri.
Baiklah,
sudah terjadi...
Kalau
begini, tak lagi-lagi aku melibatkan perasaanku bersamamu.
Barangkali
sewaktu-waktu kau ingin kembali dengan teman-teman larimu yang dulu.
Barangkali
kau berlari denganku hanya untuk pelarian sementara.
Barangkali
kau hanya iseng.
Barangkali,
ya, barangkali kan bisa saja.
Comments
Post a Comment