Jika empat belas remaja
bergerombol memperkosa satu anak dara,
Kita tidak bisa berkata:
“Selalu ada psikopat di
antara kita”
Jika empat anak tanggung
berkawanan membungkam gadis yang sendiri,
Kita tidak bisa berkata:
“Wanita harus bisa jaga diri”
Jika sekumpulan lelaki
merajam satu dua tiga perempuan,
Kita tidak bisa berkata:
“Tegakkan moral dan agama”
Kita tak bisa lagi
mengandalkan hanya hukum yang memenjarakan
si pelaku maupun korban
Kita tak bisa lagi bicara
tegakkan ini tegakkan itu
Persis sebab “tegakkan”
adalah bahasa jejantan
Bahasa kekerasan
Bahasa yang motifnya
kekuasaan
Kita telah terjebak di
dalamnya
Kita ajar anak-anak itu jadi
pangeran
Dan mainannya bukan hanya
layang-layang, tapi jug dayang-dayang
Yang boleh diterbangkan,
diputus, dikoyakkan
Sebab mereka hanyalah
kepunyaan
(Selama lelaki dididik
melihat perempuan sebagai kepunyaan, selama itu ia berhasrat menguasai)
Bahasa kekerasan,
Kita telah terjebak di
dalamnya
Ang kita butuhkan adalah
bahasa lain
Jika bukan bahasa cinta,
maka bahasa keberanian untuk menatap yang palig gelap dan menghadapi
Sebab di dalam yang gelap
kita menyentuh, meraba
Kita tak tergesa-gesa
Kita belajar menyadari yang tak
terpandang
Kita tidak memiliki
Tidak mengobyektivikasi
(Selama lelaki dididik
melihat perempuan sebagai obyek, selama itu ia mengembangkan bakat memperkosa)
Setelah hari ini seorang
anak diperkosa dan dibunuh, apa yang kita lakukan sesudah menangis (dan
mengutuk)?
Kita harus mengubah dunia
Dan mengajar anak-anak kita
Sekalipun layang-layang adalah
mainan, angin boleh menerbangkannya
Meski seruling hanyalah
sebatang bambu mati, angin membuatnya bernyanyi
Angin –bahkan angin, anakku –adalah
individu
(Jika lelaki dididik untuk
melihat perempuan sebagai subyek, individu: ia punya hati dan harga diri untuk
tidak memaksa)
Jika ada empat belas remaja
memperkosa gadis yang sendirian
Jika ada segala lelaki
merajam segala perempuan yang tidak sendirian,
Itu tanda kita telah
terjebak bahasa kekerasan
Yang hanya tahu menaklukkan
Dan terus melahirkan
kekerasan
Kia harus mulai dari awal
Jika bukan bahasa perempuan,
maka bahasa cinta
(yang menghapus segala
obyektivikasi)
Yang menghapus segala
pemujaan terhadap kekuasaan
Bukan lantaran anti
Tetapi agar bahasa jejantan
jangan dipakai kecuali dalam perkara paling mesra dan sunyi.
(Ayu Utami)
(Ayu Utami)
Comments
Post a Comment