Rasanya
lama sekali sungguh saya tidak posting apapun di blog. Désolé, je n’ ai pas d temps. Ea, engga, engga…
Tadi
pagi saya sadar, semakin banyak saya menceritakan secara lisan apa yang saya
alami dan ada di pikiran saya sebelum dituliskan, akan semakin sedikit
kemungkinan saya menceritakannya lagi melalui tulisan. Pertama, karena
menceritakan lewat lisan lebih simpel. Kedua, karena kalau sudah diceritakan
lewat lisan, saya merasa tanggungan saya untuk menyampaikan kepada orang lain
sudah lunas. (Ew, emangnya Rosul!). Dan kemudian hari ini terketuk hati saya
untuk segera menulis, walaupun di sela-sela deadline revisi skripsi untuk besok
dan saya baru melakukan 10% pembenahan dari yang diinstruksikan dosen saya. Sekarang
saya masih bimbang, apakah mengatakan belum selesai atau pura-pura lupa. Yang
jelas sekarang saya sedang ingin menulis.
Tugas Akhir
Sebenarnya
ini adalah prioritas utama di semester tujuh. Jumlah SKS yang harus dipenuhi
untuk lulus sudah saya borong di semester-semester sebelumnya. Alhamdulillah
tidak ada yang perlu mengulang walaupun nilainya ada satu yang sangat membuat
saya kecewa. Dan kalau pun diulang tidak ada jaminan akan menjadi lebih baik
karena 98% dari jumlah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah tersebut pasti
mendapatkan nilai yang, ya… --segitu-segitu aja, bahkan banyak yang lebih
buruk.
Semester
tujuh sudah berlalu dua bulan dan saya baru memulai. Saya tidak akan mengeluh
perjalanan skripsi saya berat. Saya yakin semua orang yang sedang di tahap ini
mengalami tingkat ke-berat-an yang sama, hanya beda bentuknya saja. Heuheu.
Secara singkat, begini kronologis perjalanan skripsi saya: proposal saya ajukan
pertengahan Agustus – diacc oleh
jurusan dan mendapat rekomendasi di awal September – saya urus: ambil proposal,
blangko bimbingan, buku pedoman skripsi, dan surat penunjukan dosbing pada
pertengahan September – akhir September bertemu dengan dosen pembimbing untuk
membicarakan kelanjutan proposal. Mengapa prosesnya lama sekali? Yaaaaaaa
karena saya disibukkan dengan yang lain seperti: jalan-jalan, main, pulang
kampung, refreshing, cuci mata, dan merealisasikan cita-cita saya untuk
memiliki lembaga bimbingan belajar sendiri.
Belum
selesai perjalanan proposal saya. Pahit saya alami di akhir September (welah,
enggak gitu-gitu amat sih). Dosen yang diajukan oleh jurusan tidak bersedia
menjadi dosen pembimbing saya. Beliau, sebut saja Pak B, tidak sreg dengan
topik saya –lebih tepatnya bukan tidak sreg dengan topiknya, melainkan kajian
teorinya. Awalnya saya sudah berharap untuk dibimbing Pak A yang memang sudah
sejak semester kemarin saya bimbingan nonformal dengan beliau. Di fakultas,
hanya beliau yang menguasai kajian teori yang saya ambil, linguistik kognitif.
Tapi Allah berkehendak lain. Semester ini selama setahun beliau di Korea. Dan
matilah saya yang sudah matang-matang merencanakan bimbingan dengan beliau.
Maka jadilah dari jurusan mengajukan Pak B sebagai pengganti Pak A. Sayangnya,
Pak B berseberangan pandangan dengan Pak A. Yassudah… Ditolak lah saya
mentah-mentah. Kalau masih ingin menggunakan kajian teori itu, saya diminta
bimbingan dengan dosen yang tepat yaitu Pak A.
Sampai
awal minggu kedua bulan Oktober saya di rumah. Sekembalinya ke Jogja, tanpa
banyak cingcong langsung saya urus apa yang perlu diurus. Saya sempat ber-chat dengan dosen saya yang di Korea dan
beliau semangat sekali menyatakan bersedia membimbing skripsi saya walaupun
lewat email atau sesekali lewat skype.
Dan ternyata semester ini saya adalah satu-satunya mahasiswa bimbingan skripsi
Pak A. Kata teman-teman, “Alhamdulillah Sof kamu ga dibimbing Pak B. Kamu kan
tau sendiri apa yang kualami.” ; “Ditolak Pak B gapapa, enakan Pak A kok…
bener.” ; “Kamu ga jadi sama Pak B? Selamat ya…”. Mereka memiliki penilaian dan
pengalaman sendiri terhadap Pak B dan Pak A. Tapi yang saya rasakan hanya rasa
pahitnya ditolak secara halus.
Setelah
beberapa kali bimbingan, dosen saya, Pak A malah yang mengejar saya untuk
disiplin bimbingan dan segera menyelesaikan skripsi. Ya Allah, lancarkan, Ya
Allah. Sekarang tinggal Sofinya, mau tidak? Malas tidak? Hayoloh, jangan malas!
Ingat perjuangan Mamak Bapak! Malas sama dengan menunda kesuksesan. Menunda
kesuksesan sama dengan menunda kebahagiaan mereka lho...
Partner in Run
Kali
ini benar-benar teman berlari, lari dari start yang sama, visi misi yang sama,
dan perjuangan yang sama. Dia teman saya yang mimpinya sanggup dia tancapkan di
ujung langit. Sekali lagi, tancapkan, bukan lemparkan. Maka kalau dia sudah
bermimpi, apapun itu pasti dilakukan meski semua orang bilang itu tidak
mungkin. Dia hanya percaya pada apa kata hatinya.
Dua
bulan yang lalu dia bilang ingin keluar negeri sebelum lulus, acara apapun itu.
Dan di akhir bulan kemarin, abstrak jurnal calon tugas akhir yang ia kirimkan
ke sebuah Conference di Singapore
bulan Januari esok lolos tahap seleksi. Kalau lancar, ia berangkat awal tahun
nanti. Soal pendanaan, dia akan mengajukan
proposal ke pemda asalnya, fakultas, universitas, dan instansi yang memberinya
beasiswa untuk studi S1.
Bukan
hanya itu, kemarin ia bilang kalau ingin ikut Conference lagi di Jepang bulan
Mei. Padahal abstrak pun belum digarapnya. Tapi sekali dia ingin, dia pasti
berjuang untuk mendapatkannya. Dan saya yakin dia mampu mendapatkannya.
Untuk
yang satu ini, saya merasa tertinggal beberapa langkah darinya. Dari segi
harapan jangka pendek saya memang hanyalah apa atuh kalau dibanding dia. Bulan
depan dia ingin mengikuti lomba debat di Bandung, sedangkan saya bulan depan
ingin liburan ke Dieng. Dia ingin Mei pergi ke Jepang, saya ingin Mei sudah
bisa make up dan tata rias sendiri
terutama untuk wisuda. Hahaha.
Saya
dan dia sama-sama memiliki sifat ambisius dan keras kepala. Perbedaan kami
adalah, saya golongan darah B, dia golonga darah A. Hidup saya tidak bisa fokus
pada satu hal, sangat santai, dan parahnya seringkali tidak ambil pusing atas
apa yang telah gagal saya lakukan -_-. Dia fokus pada impiannya saja, lebih
keras berusaha, dan selalu berjalan ke arah mimpinya. Dia adalah partner saya
mendirikan Permata Courses. Ada di subbab selanjutnya.
Ini
baru partner in run ya. Saya ada
banyak partner dalam hal yang berbeda-beda, partner
in fun, partner in health, partner in run hafalan, dan partner in crime. Satu yang belum ada: Partner in Life. Hm. Sabar, masih tahap
pencarian. Cari di mana? Di jalan lah, jalan Allah, aamiin.
Permata Courses
Dia
partner saya, partner mendirikan Permata Courses. Bermula dari curhat-curhatan
kami berdua soal upah ngelesi di beberapa lembaga bimbingan belajar. Betapa
lembaga bimbingan belajar kebanyakan menguras tenaga pengajarnya dan memberi
upah terlalu sedikit dari uang yang diberikan siswa kepada lembaga. Dia
nyeletuk, “Kenapa kita ga buat bimbel sendiri aja ya?” Dan beberapa waktu
kemudian saya menanggapi serius tentang ide ini, “Yok, katanya mau buat bimbel
sendiri. Eksekusi!”
Lalu
berdirilah Permata Courses dengan beberapa kesepakatan di awal yakni antara
lain:
1.
Bimbel ini tidak sepenuhnya mencari keuntungan materi, tapi juga kebermanfaatan
sosial untuk masyarakat. Kami berikan beasiswa untuk warga kurang mampu dan
berprestasi. Tapi pada kenyataannya di lapangan, sebelum kami tahu orang itu
mampu atau tidak, kami sudah tidak tega duluan memberi harga yang telah
disepakati, misalnya kalau yang mendaftar adalah mahasiswa atau orang yang
ingin lebih dalam belajar agama. Atau orang yang ingin belajar, tapi dari
keluarga yang pas-pasan. Bukan lagi beasiswa, tapi benar-benar potongan harga.
2.
Ini bukan bimbel biasa. Kami lebih fokus ke pendidikan agama. Oleh karena itu,
kami berikan satu kali gratis ngaji (pelatihan baca iqra’/juz amma/Al-Qur’an)
tiap empat kali pertemuan les apapun itu. Karena kenyataannya di negeri yang
mayoritas muslim ini masih sangat banyak orang yang belum mampu membaca
Al-Qur’an.
3.
Karena kami sudah berpengalaman diberi upah ngajar yang tidak pantas oleh
lembaga, kami tidak boleh memperlakukan tenaga pengajar kami seperti itu. Oleh
karenanya, kami hanya sedikit sekali mengambil bagian dari setiap pertemuan.
4.
Bimbel ini harus terus jalan. Bukan hanya karena kami telah sungguh-sungguh
merancang konsep dan mempublikasikan, tapi juga karena ini untuk pegangan
setelah lulus ujian S1 nanti. Sambil menyibukkan diri mengejar studi
selanjutnya, saya ingin Permata Courses bisa menjadi pijakan yang nyaman
sebelum berpijak ke tangga yang lebih tinggi.
Dan
untuk saat ini, Permata Courses menjadi sambilan kesibukan di tengah pengerjaan
tugas akhir. Tempat bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang, sifat
pembawaan, dan karakter. Sungguh bertemu dengan orang-orang baru adalah sumber
energi terbaik di saat jemu.
Untuk
Permata Courses:
ﺮﺒﻲ
ﺍﺮﺣﻢ ﻭﺒﺎﺮﻙ. ﺮﺒﻲ
ﻻﺗﺫﺭﻧﻲ ﻓﺭﺪﺍ ﻭﺍﻧﺕ
ﺧﻳﺭﺍﻠﻭﺍﺭﺛﻳﻦ. ﺮﺒﻲ ﻻﺗﺫﺭﻧﻲ ﻓﺭﺪﺍ ﻭﺍﻧﺕ
ﺧﻳﺭﺍﻠﻭﺍﺭﺛﻳﻦ. ﺮﺒﻲ ﻻﺗﺫﺭﻧﻲ ﻓﺭﺪﺍ ﻭﺍﻧﺕ
ﺧﻳﺭﺍﻠﻭﺍﺭﺛﻳﻦ. ﺳﻼﻢ ﻋﻟﻴﻛﻢ
ﺗﺒﺘﻢ ﻔﺎﺪﺧﻟﻮﻫﺎ ﺨﺎﻟﺪﻴﻦ.
Comments
Post a Comment