Bapak Sekarang
Kami
mengulang kehidupan dari awal lagi semenjak saya berusia 8 tahun. Pindah rumah,
pindah sekolah, berpisah dengan teman-teman, meninggalkan kota dan pergi ke
sebuah desa bernama Jungpasir. Bapak sekarang masih tetap ganteng, hanya saja
bertambah tua dan hitam karena bekerja di sawah. Ini adalah sebuah jungkir
balik dunia Bapak karena dulu hanya dia anak Mbah satu-satunya yang tidak mau ngencik sawah. Dia mulai mau benar-benar
terjun ke sawah setelah adik saya yang kedua lahir, yaitu ketika saya berusia
13 tahun. Semenjak itu Bapak benar-benar meninggalkan Jakarta.
Sampai
saat ini Bapak masih sering khawatir kalau saya berangkat ke Jogja. Tidak hanya
sekali Bapak ngotot mengantar saya sampai Semarang karena tidak tega kalau saya
sesak-sesakan sendirian di bus jurusan Jepara-Semarang yang sangat brutal itu.
Mending ya kalau mengantarnya pakai sepeda motor, lah Bapak mengantar saya
dengan ikut naik bus, membawakan barang bawaan saya, dan menunggu bus di
Terboyo untuk menyaksikan betul saya dapat tempat duduk di bus patas jurusan
Jogja. Setelah saya berangkat, baru Bapak pulang lagi naik bus Semarang-Jepara
yang sesek-sesekan, sampai Welahan ambil motor, kemudian setengah jam naik
motor sampai rumah. Amazing!
Saya
tidak tahu berapa kadar kasih sayang Bapak terhadap saya. Yang saya tahu, dia
jauh lebih menyayangi saya dibanding saya menyayanginya. Kalau saya telepon
rumah, pasti ibu yang saya cari. Dan Bapak dengan setia menunggu giliran
berbicara dengan saya. Bapak tidak pernah menunjukkan kesedihannya. Dia selalu
bertanya dengan nada semangat, “Fi, duite
ijeh po ra?” Padahal saya tahu dia tak selalu punya uang, ibu yang bilang.
Setiap kali Ibu bilang di rumah lagi hemat, Bapak selalu menyanggah, “Ora, rapopo ne’ butuh ta’ kirimi, tenang ae
Bapak ijeh nduwe duit.” Hahaha, Bapak…
Padahal
dulu waktu masih sama-sama di rumah, saya tidak senang kalau Bapak nganggur di
rumah. Karena satu hal, tangannya tidak bisa diam. Tanaman di rumah yang
menutupi pagar selalu dibabatnya, padahal bagus. Membuat meja lah, membuat
kursi lah, membuat lemari lah, padahal buatannya –em ya begitu deh (cukup
buruk, hanya bisa dipakai, tidak bisa dijual). Yang paling menyebalkan saya
adalah dia selalu merapikan kamar saya yang berantakan. Dan saya selalu ngambek
kalau kamar habis dirapikan karena saya merasa itu tempat pribadi saya (ada
surat, ada catatan rahasia, ada curhatan, aaargghhh). Maafkan anakmu yang satu
ini, Bapak.
Kalau Bapak Punya Menantu?
Saya
sudah besar, 21 tahun loh. Tapi Bapak sepertinya belum rela saya diambil orang.
Dari dulu sampai sekarang, Bapak tidak pernah suka kalau saya dekat dengan
seorang laki-laki. Jangan tanya soal pacar, dia tidak akan membolehkan gadisnya
pacaran, Bapak sangat sensitif untuk hal ini. Bahkan tidak ada teman laki-laki
saya yang pernah main ke rumah. Kalau ada teman laki-laki saya yang ke rumah,
itu pasti kalau bukan teman yang dikenal Bapak sejak kecil, ya teman yang Bapak
tau kalau saya dan dia tidak ada hubungan apa-apa. Oleh karena itu saya tidak
pernah ada pikiran untuk mengajak teman laki-laki ke rumah. Apalagi yang dari
jauh tiba-tiba mau main ke rumah. Waduh, bisa sangat gawat urusannya.
Hai
calon menantu Bapak di mana pun kau berada, selalu jaga semangat untuk kebaikan
ya.
Selalu semangat untuk sama-sama sukses. Lebih cepat lebih baik, karena
menunda kesuksesan sama dengan menunda kebahagiaan orang tua kita. Sekarang
kita sama-sama berusaha agar nanti ketika sudah berumah tangga tidak perlu
merepotkan keempatnya lagi.
Kalau kau orang yang selama ini ada di
sekitarku, telah lebih dulu mengenalku, semoga kau mengerti kalau Bapakku
tidak akan sembarangan memilih menantu.
Dia tidak akan membiarkan putrinya jatuh ke tangan seorang lelaki yang
mengobral kata cintanya dengan murah. Kalau kau orang yang benar-benar baru
dalam hidupku, belum kukenal saat ini, semoga saat ini kau tidak sedang
berduaan dengan seseorang yang kau kira jodohmu.
Doa untuk Bapak
Bapak,
aku tau pengekanganmu selama ini bukannya tak berarti. Kau memegang tanggung
jawab penuh atasku di hadapan Allah.
Bapak,
untuk setiap tetes keringat yang kau kucurkan untukku, untuk masa depanku, dan
untuk kebahagiaanku, terima kasih. Sejak dulu aku bertekad untuk tidak akan
menjadi anak yang biasa-biasa saja mengingat pengorbananmu tiada tara. Tapi
maafkan anandamu yang terkadang tidak bisa mengalahkan rasa malasnya. Maafkan
anandamu yang masih jauh dari kata luar biasa. Maafkan anandamu kalau masih
sulit kau beritahu. Maafkan anandamu atas belum dapat membalas semua kebaikanmu
selama ini.
Allah,
berilah kesehatan sepanjang umur yang cukup untuk Bapak dan Ibu saya
menyaksikan kesuksesan putra-putrinya, menyaksikan putra-putrinya memilihkan
menantu yang tepat untuknya, menggendong cucu-cucunya, dan menikmati masa tua
yang menyenangkan. Di akhirat, semoga hamba sanggup memberikan mahkota
kebanggaan untuk mereka di akhirat nanti. Aamiin.
Comments
Post a Comment