Ini adalah tulisan ngasal saya tentang keunikan
pondok pesantren Al-Barokah yang saat ini sedang saya tempati. Tulisan yang membuat
kepala saya pening akibat masalah jangka panjang yang ternyata ditimbulkan terkait
hal ini.
Tentang
pesantren yang sedang saya tempati, satu halaman hanya cukup membicarakan dua hal
yang menurut saya paling unik di sini. Yang pertama adalah penataan gedung yang
belum pernah saya dapati di pesantren lain. Awalnya sempat teracuni pikiran
negatif ketika pertama kali datang ke sini. Bagaimana pondok putri dan pondok
putra hanya terpisah beberapa langkah dengan tanpa ada pagar atau penghalang
yang membatasi antara dua jenis yang rawan tersebut? Apakah kondisi ini tidak
mengundang berbagai pemasalahan santri yang kaitannya dengan masalah
ajnabiyyah? Biasanya, di pesantren-pesantren lain yang letak bangunannya
berjauhan saja masih sering kecolongan, bagaimana dengan penataan seperti ini?
Itu awalnya.
Seiring pengamatan saya, ternyata di pondok ini nyaris tidak terjadi seperti apa yang saya pikirkan. Bahkan banyak sekali antara santri putri dan santri putra tidak saling mengenal. Bagaimana terjadi kasus kalau mengenal pun tidak. Mengingatkan saya pada qoidah, “Al amru idza dhoqot ittasa’at, wa idzat-tasa’at dhoqot”. Sesuatu apabila dibatasi justru akan meluas dan jika diperluas justru semakin terbatas. Inilah bukti yang nyata yang membuka mata saya untuk lebih banyak beajar dari realitas, menilai lebih kepada substansi bukan fisik belaka.
Seiring pengamatan saya, ternyata di pondok ini nyaris tidak terjadi seperti apa yang saya pikirkan. Bahkan banyak sekali antara santri putri dan santri putra tidak saling mengenal. Bagaimana terjadi kasus kalau mengenal pun tidak. Mengingatkan saya pada qoidah, “Al amru idza dhoqot ittasa’at, wa idzat-tasa’at dhoqot”. Sesuatu apabila dibatasi justru akan meluas dan jika diperluas justru semakin terbatas. Inilah bukti yang nyata yang membuka mata saya untuk lebih banyak beajar dari realitas, menilai lebih kepada substansi bukan fisik belaka.
Yang
kedua, biasanya di pesantren salaf hanya ada dua penjurusan, kalau tidak
tahfidzul Qur’an ya pematangan kitab kuningnya. Kalau di sini dua-duanya
menjadi komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Santri yang mau
belajar kitab wajib menghafal Qur’an (meskipun juz terakhir saja), begitu pula
santri yang menghafal Qur’an pun wajib belajar kitab. Belajar kitabnya juga
unik. Kebanyakan kitab yang diajarkan adalah kitab-kitab dasar dan pemula.
Namun materi dan pelajaran yang didapat bukan sebatas pelajaran tingkat awal
maupun tingkat akhir. Yang didapatkan justru lebih luas dan dalam dari pada
sekedar tingkatan-tingkatan.
Semoga tak ada yang sia-sia memilih
Al-Barokah menjadi tempat berpijak dan sarana
melangkah untuk masa depan. Percaya barokah dapat membantu? Tentu saja,
santri gitu loh!
Tiada kesuksesan tanpa kemauan, usaha, doa, dan
ridho Allah.
Jogja, 26 Januari 2014
Comments
Post a Comment