Nama : Dian Sofiatul Awaliah
Jurusan : Sastra Indonesia
NIM : 350207/SA/17079
Berdakwah
merupakan tugas wajib bagi setiap umat Islam dimana pun dan kapan pun. Dua
komponen dakwah yang paling utama adalah menyuruh kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Setiap orang bisa saja menyuruh kepada kebaikan namun jarang yang
berani mencegah kemungkaran. Rasulullah bersabda, “Barang siapa melihat suatu
kemungkaran maka
rubahlah dengan tanganmu, apabila tidak sanggup maka rubahlah dengan lisanmu, apabila tidak sanggup maka rubahlah dengan hatimu (doa). Dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. Sebelum menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, ada satu tugas berat yang harus dilakukan yaitu menyebarkan agama Islam.
rubahlah dengan tanganmu, apabila tidak sanggup maka rubahlah dengan lisanmu, apabila tidak sanggup maka rubahlah dengan hatimu (doa). Dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. Sebelum menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, ada satu tugas berat yang harus dilakukan yaitu menyebarkan agama Islam.
Cerpen “Golok”
karya Bokor Hutasuhut ini adalah kisah tentang seorang pendatang yang sedang
menjalankan tugasnya sebagai seorang muslim untuk berdakwah dan menyebarkan
agama Islam di suatu tempat yang kebanyakan penduduknya masih memeluk
kepercayaan lama daerah setempat yaitu Pelbegu. Pendatang yang dimaksud
adalah “aku” dan ayahnya, Parmanap. Tokoh “aku” adalah orang ketiga serba tahu
yang menceritakan ayahnya.
Parmanap sebagai tokoh utama membawa tugas
yang cukup berat dan tentu saja penuh rintangan terutama dari Ama Ni Ranggas, kepala suku penduduk setempat. Tapi perlahan-lahan ia sanggup
mengatasinya, bahkan Ama Ni Ranggas akhirnya bersedia memeluk
Islam dan memerintahkan penduduknya untuk memeluk Islam sebagaimana yang terdapat pada kutipan berikut:
“Kalian semua menyaksikan, aku kalah. Sebagai lelaki janji harus
ditepati. Kita semua harus rela meninggalkan Pelbegu dan memeluk Islam.
Siapa yang tidak setuju silahkan meninggalkan kampung ini.”
Cerita ini menarik
karena bertemakan ketuhanan dengan berbalut unsur kedaerahan yang sangat
kental. Tema ketuhanan sangat terasa dan mendominasi. Begitu juga sifat-sifat
kedaerahan dengan unsur-unsur mistik yang masih terdapat di dalamnya. Penulis
memang tidak menceritakan secara rinci dimana peristiwa tersebut berlangsung.
Tapi dilihat dari nama-nama tokoh dan asal tempat penulis, dapat diketahui
bahwa cerita tersebut berlatar tempat provinsi Sumatera Utara tepatnya di daerah
pedalaman. Dapat ditebak dari daerah asal penulis,
karena bagaimana pun seorang penulis tidak pernah bisa lepas dari latar
kedaerahannya. Alur yang disajikan pun runtut sehingga pembaca tidak perlu
dipusingkan untuk mencerna alurnya.
Pemilihan judul
yang dilakukan oleh penulis menimbulkan rasa penasaran sekaligus rasa ngeri dan
membuat pembaca bergidik karena menggunakan nama senjata tajam yaitu “GOLOK”.
Cerita yang baik memang seperti itu –yang judulnya menimbulkan rasa penasaran
sehingga menimbulkan rasa ingin membaca. Tapi mengapa golok? Karena memang
senjata khas daerah tersebut adalah golok. Golok sendiri melambangkan
keperkasaan dan kekuatan bagi lelaki.
Membaca cerpen ini mengingatkan saya pada cerita Nabi Musa
ketika beliau diperintahkan Tuhannya untuk menyeru Fir’aun menyembah Allah.
Tidak beda jauh cara yang digunakan antara
Nabi Musa dan Parmanap –ayah “aku”. Memang seperti tidak masuk akal ketika Nabi
Musa melempar tongkatnya kemudian berubah menjadi ular dan menelan tali-tali
yang diserupakan menjadi ular oleh para penyihir suruhan Fir’aun. Begitu juga
yang dilakukan Parmanap ketika ditantang oleh Ama Ni Ranggas untuk dapat
mengucurkan darah dari tubuh saktinya. Bagaimana mungkin tubuh yang tidak
mempan oleh senjata tajam ternyata dapat terluka oleh batangan padi? Yang
dialami Parmanap disebut karomah, sedangkan yang dialami Nabi Musa disebut
mukjizat. Yang membedakan lagi adalah akhir dari ceritanya. Dalam kisah Nabi
Musa, Fir’aun tetap tidak mengikuti ajaran Nabi Musa.
Sedangkan dalam cerita ini, tokoh Ama Ni Ranggas menepati janjinya untuk
meninggalkan kepercayaan lamanya dan mengikuti agama yang dianut oleh Parmanap.
Namun secara garis besar, cerita keduanya hampir sama yaitu dalam rangka
menyebarkan agama tauhid. Kemungkinan besar, penulis terinspirasi dari kisah
Nabi Musa.
Dengan menulis cerita ini, penulis juga termasuk berdakwah.
Berdakwah lewat tulisan.
Cerpen GOLOK dimuat dalam majalah HORISON
edisi Juli 2013.
Jogja,
16 Oktober 2013
Comments
Post a Comment