Skip to main content

Menuju Kehidupan Level Dua



Sudah ada setengah tahun saya tidak lagi menulis di blog. Salah satu sebabnya adalah netbook saya rusak lagi, sepertinya minta adek. Sedangkan sebab utamanya sih jelas: karena malas menulis, lebih mudah bicara. Padahal kalau niat, pakai media apa saja kan bisa, huhu. Ya gitu deh. Akibatnya, ide-ide selalu terpendam, atau jadi story yang gak seberapa panjang dan hilang setelah 24 jam.

Yang saya ingat, saya ingin menuliskan kesan-kesan saya menjalani kehidupan di level satu, salah satunya tulisan ini. Ibarat main game (karena sejak awal Juli saya kecanduan main Onet, tapi sekarang sudah uninstal karena bosan setelah level 33 tantangannya itu-itu aja), kehidupan sejak kecil hingga memasuki usia ini saya kategorikan ke dalam level satu. Ujiannya pun begitu. Yaaa standar lah semua manusia punya ujian hidup masing-masing yang harus dilalui. Berat tidak berat adalah kita sendiri yang menentukan, sebab semua itu sudah diatur oleh Creatornya, Creator kita, Allah.

Manusia di Sekitar Kita

Orang lain datang ke hidup kita pasti bukan karena kebetulan. Ada yang datang karena kita akan belajar darinya, ada juga sebaliknya, datang sebab mereka akan belajar dari kita. Tapi, murid yang pandai tentu belajar dari mana saja dan siapa saja, kan? Dan sungguh kata Rosul itu pasti benar, bahwa silaturrahim akan menambah rizki, memperpanjang usia, dan menjadikan kita sebagai orang yang dicintai.

Bertemu dan bergaul dengan orang lain adalah obat bagi kaki-kaki yang melayang karena pujian agar berpijak kembali ke bumi karena menyadari bahwa kita ini masih jauh dari apapun untuk sekadar tinggi hati dan merasa lebih baik dari orang lain. Karena nyatanya, selalu ada orang lain yang lebih hebat, selalu ada orang lain yang ujian hidupnya lebih berat, dan selalu ada orang lain yang lebih taat pada Robb-nya, tak peduli berapa pun usianya.

Saya merasa sangat beruntung dan bersyukur Allah beri sifat selalu penasaran, suka tantangan, dan mudah bergaul. Sebab semua kenikmatan dalam hidup saya, rasa-rasanya diberi oleh Allah dengan perantara silaturrahim. Saya sangat senang bila ada kesempatan untuk mengenal orang-orang baru. Setiap kali ada tawaran untuk apa saja, pekerjaan, main, jalan-jalan, apapun itu jarang sekali saya menolak jika bukan karena sudah ada janji atau pekerjaan lain.

Dua bulan ke belakang saya sedang mencoba berjualan karena saya merasa terlalu selo di jam kerja. Di kantor ada stok mie yang sangat eman kalau dibiarkan menganggur sampai kadaluarsa. Mie ini kemungkinan tidak restok lagi karena kantor untuk selanjutnya beralih fokus ke import spare part mobil Korea. Saya iklankan di instastory dan wa story dengan harapan bisa mengurangi stok di sini. Dan masya Allah senang sekali, respon orang-orang sangat baik sampai-sampai tiga kardus laku di tangan saya. Hm, tau gitu kemarin ngambil untung! -_-

Karena hanya beriklan di instastory dan whatsapp story, sudah tentu sasaran saya hanya orang-orang yang saya kenal dan mengenal saya. Saya sangat bahagia meskipun bisa dikatakan rugi ongkos kirim dan bensin. Ya secara materi sangat rugi karena kirimnya sampai ke desa saya di Demak sana. Tapi jumlah itu tak ada artinya dibanding kebahagiaan saya bisa menjalin komunikasi dan bertemu lagi dengan orang-orang yang lama tak saling sapa sebab sungkan cara menyapa dan bagaimana.

Satu lagi, saya ketagihan berjualan dan kemudian memutuskan untuk belajar berjualan lagi. Tujuan utama tentu saja melipatgandakan nominal uang sisa THR (hehe, jujur). Tujuan keduanya: banyak, salah satunya masih sama, siapa tau dengan ini menjadi wasilah tersambung lagi satu komunikasi yang lama terjeda. Betul saja, saya dapat semuanya. Ibu Anita, istri dosen saya Pak Sailal (yang namanya tentu pernah disebut di blog ini) langsung memborong empat. Waktu itu saya hanya sedia 11 dan habis dalam waktu dua hari. Besoknya saya restok lagi, dan saat ini masih dua. Belum diiklankan lagi karena saya galau mau dijual atau dipakai sendiri? Kalau satu saja yang dipakai sendiri juga bingung mau yang mana. Aih, dasar Sofi ni.

Kadang terbesit di dalam hati, “Mereka ini beli karena memang butuh atau karena sungkan atau kasihan dengan saya?” Hm...

Memetik Hikmah

Allah... Skenario hidup masih terus jadi misteri, tapi hamba-Mu ini tidak sabar menebak alur, kejutan apa lagi yang akan Kau beri di level ini atau level dua nanti.

Hamba-Mu ini masih sering tersenyum-senyum sendiri mengingat jalan yang Kau beri. Kau taruh aku di desa Jungpasir seolah mengisi perbekalan untuk hidupku selanjutnya. Hingga lulus Aliyah Kau arahkan hatiku memilih Jogja. Kau beri kesempatan berkuliah di UGM, mengenyam Pondok Albarokah, dan bertemu banyak sekali makhluk-makhluk-Mu yang luar biasa di kota ini. Bahkan selesai sidang skripsi Kau langsung beri aku tempat mengamalkan seluruh bekal yang telah Kau suguhkan, seolah meminta bukti seberapa banyak yang mampu kudapatkan. Bisakah bermanfaat pada sesama? Tidak hanya itu, Kau juga mengabulkan doaku yang pernah meminta ingin memiliki pekerjaan tetap tapi santai.

Saya dulu pernah beberapa kali mencari pekerjaan dengan cara memasukkan lamaran dan bahkan membuat lapangan kerja sendiri (Red: Permata Courses). Ada yang berhasil, banyak yang tidak. Dan yang berhasil pun tidak bertahan lama. Seolah membuat saya semakin sadar, yang ditolak itu karena pekerjaan tadi tidak cocok buat saya. Kemudian yang diterima tidak bisa bertahan lama. Semua itu karena saya memaksa Allah memberi hal itu, bukan meminta kepada-Nya untuk diberi yang terbaik. Jadilah tidak jadi. Hehe. Ya, dunia kalau dikejar akan lari. Kejarlah akhirat, maka dunia akan mengejarmu. Allah akan memberimu lebih dari yang kau butuhkan.

Dan setelah Allah memberi kejutan melalui perantara orang-orang yang saya kenal dan mengenal saya. Mengabdi dan mengamalkan ilmu di Al-Hakim adalah pemberian Allah melalui perantara Mb Alfi yang sudah saya kenal lama sejak di Al-Barokah satu kamar. Sedangkan pekerjaan saya yang duduk manis tidak ada tekanan ini adalah pemberian Allah melalui Pak Sailal, dosen pembimbing skripsi saya. Bukan dua ini saja, mengajar di beberapa bimbel juga tawaran melalui perantara teman-teman, ada Mb Dora, ada Izul. Belum lagi rizki berupa kesehatan, jiwa yang terisi ilmu, bahkan lingkungan dan teman baik. Semua Allah beri lewat perantara yang teramat banyak jika disebutkan satu-satu. Yang pasti, semua orang yang pernah berjasa dalam hidup saya pasti terukir indah di dalam dada. Saya tidak akan melupakan kenangan baik. Kalau kenangan buruk, hm, ya biasanya sudah lupa. Jadi percayalah, jika kamu tidak merasa pernah menggores kenangan buruk di hati saya, saya pasti masih mengingatmu sebagaimana dulunya kita berteman.

Epilog

Ada satu lagi yang perlu diceritakan dalam perjalanan menuju level dua yang masih ada kaitannya dengan “Manusia di Sekitar Kita”. Tapi mungkin nanti, tidak sekarang. Perjalanan menuju level dua selanjutnya mungkin judulnya: “Merindukan Sosok Guru”. Soalnya target selanjutnya adalah belajar lebih dalam perihal ilmu agama dan ilmu hati. Sofi, manusia yang dari luar terlihat biasa-biasa saja ini hatinya masih kotor dan berantakan, niatnya masih belum lurus, masih suka kalah sama emosinya. Padahal, dalam satu tubuh manusia ada satu hal yang jika hal itu baik maka semuanya akan baik.
Allah...

Allahumma Nazzih qulubana ‘anitta’alluqi biman duunaka, Waj’alnaa min qoumin tuhibbuhum wa yuhibbunak...

Dah lah, firman Allah dan hadits Nabi itu kebenaran yang postulat, Sofi. Apalagi yang kamu cemaskan di dunia ini?

Comments

Most read

Di Balik Bait yang Menyentuh Hati 2

Kali ini tentang cinta. Cerdasnya itu orang yang bisa menghubung-hubungkan bait-bait alfiyah dengan cinta. Mewakili kegamanganku pula isinya. Wes jannn... santri Sarang!!! Ini saya beri sedikit tambahan kata-kata dari saya. Meskipun begitu, ide pokoknya tetap dari teman saya itu. Sayangnya, sepertinya ada yang terdistorsi karena keteledoran saya. Mau nyari lagi ketemunya lama... Ah, ya udah ini dulu ya ^_^ "Faqod yakunaani munakkaroini, kama yakunaani mu'arrofaini” "Alfiyah Ibnu Malik bab Atof bait 537" Terkadang pasangan suami istri itu ditemukan secara kebetulan sama tidak mengenalnya, dan terkadang keduanya sudah mengenal sejak kecil. Menikah adalah saat dimana ketidaksempurnaan bukan masalah yang dipermasalahkan Saat dimana ketulusan diikatkan sebagai senyum kasih Saat dimana kesendirian dicampakkan sebagai kebersamaan Saat dimana kesetiaan harga mati yang tak bisa dilelang Gadis perawan bagaikan penghalang dan satir bagi laki-laki yang