Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Ke-24

Selamat Ulang Tahun (Dee Lestari) Ribuan detik kuhabisi Jalanan lengang kutentang Oh, gelapnya, tiada yang buka Adakah dunia mengerti? Miliaran panah jarak kita Tak jua tumbuh sayapku Satu-satunya cara yang ada Gelombang tuk ku bicara Tahanlah, wahai Waktu Ada "Selamat ulang tahun" Yang harus tiba tepat waktunya Untuk dia yang terjaga menantiku Tengah malamnya lewat sudah Tiada kejutan tersisa Aku terlunta, tanpa sarana Saluran tuk ku bicara Jangan berjalan, Waktu Ada "Selamat ulang tahun" Yang harus tiba tepat waktunya Semoga dia masih ada menantiku Mundurlah, wahai Waktu Ada "Selamat ulang tahun" Yang tertahan tuk kuucapkan Yang harusnya tiba tepat waktunya Dan rasa cinta yang s'lalu membara Untuk dia yang terjaga Menantiku Teruntuk pria yang sedang tersenyum memasuki usia ke-24, seseorang yang aku ingin dicintai oleh dia lebih dari selamanya 24 tahun Bukan soal bertambah atau berkurang, melainkan s

Pendidikan Kekinian (Sebuah Refleksi dan Sedikit Balada)

Entah sejak kapan tepatnya, dulu setelah lulus sekolah SMA saya pernah bertekad untuk mendidik anak saya sendiri kelak, tanpa perlu harus sekolah di usia dini. Sebuah tekad yang tidak berdasar, tanpa konsep, dan terkesan ngawur. Saya ingat betul pernah mengungkapkan hal itu dengan seseorang. Dia bilang, Itu namanya sok pintar. Anak-anak **** (menyebut profesi yang hanya bisa didapat melalui ascribed status) yang jelas lebih tinggi ilmunya dari kamu saja masih butuh orang lain untuk mendidik anaknya. Mereka malah mendedikasikan hidupnya untuk mendidik anak orang lain. Banyak dari mereka yang anaknya justru dirawat oleh santri-santrinya. Merasa dipatahkan sebelum berkata banyak, saya segera urungkan tekad saya itu dan menyimpannya sendiri dalam hati lama-lama. Hingga akhir-akhir ini, apa yang saya alami dan rasakan memaksa saya untuk mempelajari dan mengingat-ingat tekad saya beberapa tahun lalu. Segala pertanyaan muncul, mengapa ada anak yang tumbuh begini dan ada anak yang

Random Story with Another Quotes

Beberapa waktu lalu ibu menelepon, (I: Ibu, B: Bapak, S: Sofi) I: “Kata Bude, Sofi suruh daftar PNS. Lulusan UGM, cumlaude 3,5 tahun banyak peluang untuk masuk katanya. Kemarin anaknya temen Bude yang cumlaude ada yang langsung keterima tanpa tes.” Saya menolak dengan halus. Jujur saja pada ibu saya bilang tidak mau jadi PNS, terikat. Lalu saya kemukakan beberapa alasan, bla bla bla. Kemudian Bapak meminta hp yang dipegang ibu dan bicara ke saya, B: “Kenapa? Disuruh Mamak ikut tes CPNS?” S: “Hehe, enggak Pak, saran aja.” B: “Kalau hatimu ga pengen, ga usah. Bapak Mamak ga berhak ngatur-ngatur masa depanmu, karena soal itu besok yang jalani ya kamu sendiri. Kamu yang tau mana yang terbaik. Bapak Mamak cuma bisa ngasih saran dan nasihat. Rezeki juga banyak jalan, gak harus jadi PNS.” I: “Jadi PNS itu terjamin hidupnya, banyak tunjangannya. Enak lho… Cuma kamu to’ yang gak mau jadi PNS.” S: “Enggak kok Mak, temen-temenku ternyata banyak juga yang gak minat.” I: “

Mengejar yang Akan Datang dengan Sendirinya

Banyak hal di dunia ini yang kita inginkan dan kita kejar mati-matian walaupun sebenarnya tidak selayak itu untuk diperjuangkan. Uang misalnya. Teman saya berusaha kesana-kemari mencari pekerjaan dan ia terlihat begitu putus asa dan tertekan. Padahal apa yang sedang ia jalani saat ini juga sebuah pekerjaan. Teman satu jurusan saya yang beda universitas kemarin juga mengeluh bahwa ia sedang tertekan, dia bingung kalau sudah lulus nanti mau kerja apa, cari uang dari mana untuk hidup, dan mau kerja di mana. Padahal dia sekarang baru semester lima. Saya bahkan sampai lulus tidak terlalu memusingkan hal demikian. Hm, padahal kalau dilihat secara kasap mata hidup mereka lebih cukup daripada saya. Kadang saya berpikir, apakah mungkin pikiran bahwa ‘uang tidaklah sepenting itu untuk dicintai’ dalam diri saya muncul, karena saya tidaklah sekaya mereka yang punya uang melebihi apa yang mereka perlukan. Apakah mungkin pikiran bahwa ‘harta tidaklah sepenting itu untuk dicari’ dalam diri sa

(P)INDAH: Satu kata lain untuk Move On

Tidak terhitung berapa jumlah orang yang pernah curhat dengan saya bahwa mereka belum bisa move on dari hal-hal buruk dan orang-orang yang mereka sayangi, mulai dari putus cinta sampai yang cukup berat menurut saya yaitu ditinggal nikah orang yang menjalin hubungan cukup lama hingga sempat dibuat hamil olehnya. Satu yang selalu saya katakan pada mereka,  “Stop talking about him! Stop thinking about him! Di depan sana ada banyak laki-laki yang lebih kece dari dia. Kamu akan rugi melewatkannya kalau kamu gak berhenti mikirin orang-orang gak berguna yang nyakitin kamu.” Mendengar semua cerita selama ini, saya menyimpulkan bahwa melupakan dengan mudah adalah sebuah anugerah. Karena tidak semua orang diberi anugerah untuk mudah melupakan.  Melupakan  di sini adalah kata kerja (v), bukan kata sifat  lupa  (adj). Dan melupakan adalah tingkatan tertinggi dari memaafkan. Memaafkan-Berdamai- Melupakan Orang yang belum bisa melupakan barangkali belum bisa berdamai atau bahkan memaaf

Tentang Kedatangan dan Mengunci Pintu

“Kalau masih belum berhenti mencari, berarti kau belum menemukan apa yang kau cari.” Di dunia ini tidak ada hal-hal baik yang tiba-tiba jatuh dari langit, semua pasti sudah ada yang mengatur, termasuk jodoh termasuk rizki, hanya terkadang belum sampai saja, kita yang harus menjemputnya. Dengan apa? Dengan doa . Almarhum Kyai saya pernah berkata bahwa tanda-tanda doa yang mustajabah adalah ketika seseorang tidak bosan-bosan mengulang doa itu. Contohnya: belum lama ini, tepatnya hari-hari setelah wisuda adalah saat-saat paling massif orang-orang mulai menanyakan hal-hal yang sebelumnya jarang ditanyakan pada saya (you know what I mean) . Dan saya punya jawaban yang cukup menjawab bagi saya tapi tidak menjawab bagi mereka, “Nanti ya, aku masih pengen belajar, masih pengen jalan-jalan, dan masih pengen jatuh cinta.” Saya rasa perkataan di atas menjadi doa yang diulang-ulang tanpa sengaja. Saya sungguh diberi waktu dan kesempatan oleh Allah untuk lebih banyak belajar hal-hal

#1

"Sore hari kala senja merapat dekat, dari bilik kecil tempat kami biasanya mengulang ayat-ayat suci secara bergantian tanpa melihat mushaf, dia menunjuk arah langit oranye yang melambangkan ketenangan.  Saat itu jualah, seorang Hawa dan seorang Adam menjunjung tinggi istig h far. A d zan pun bersahut-sahutan menambah kedamaian. Kulihat burung-burung terbang pulang ke sangkar alam. Jemari Adam dengan yakinnya menunjuk sekawanan burung, lalu berbisik di telinga kananku, ‘ Aduhai sebanyak itulah hendaknya putra-putri ki ta yang akan dibimbing membumikan Alquran sejak dalam kandungan. ’ Senja pun memelukku syahdu pada empu kedamaian."

Mencoba Jadi Role Model

Yeay! Akhirnya ada waktu dan mood yang tepat untuk kembali menyentuh tuts-tuts keyboard ini. Sebenarnya setiap hari di pikiran saya rasanya ingin menulis, ingin menulis, ingin menulis terus. Eh giliran nyalain laptop malam-malam malah ngantuk dan ketiduran. Siang biasanya nulis di notes hp, tapi sekarang hpnya lagi sakit, LCD-nya minta ganti. Hanya saja saya belum bisa melepaskan hp barang sehari karena pekerjaan menuntut saya untuk sewaktu-waktu dihubungi dan berganti jadwal. Malam ini saya ingin menulis tentang apa yang akhir-akhir ini sedang asyik saya baca. Apa coba? Kemarin saya baru mendapatkan bukunya Ibuk Retno, Happy Little Soul. Setengahnya sudah saya baca, setengahnya lagi belum. Mau bilang belum sempat, tapi malu sendiri. Mana ada belum sempat? Orang balesin komen di instagram aja sempat kok baca buku gak sempat. Hihihi Kembali ke cerita yah. Di buku itu si Ibuk cerita dari awal mula menikah dan membayangkan memiliki anak ceria yang cerdas sampai akhirnya berhasil

Mengantarkan Cinta

Ada hal baru perihal mimpi kemarin yang baru kusadari. Telat sekali. 😌 Sesungguhnya kedatangan Bapak bukan dengan maksud mengantarkan uang saja. Malam itu sebelum tidur, aku sedang menanti pesan dari seseorang. Barangkali ia mau mengucapkan sepatah atau dua patah kata padaku. Hingga malam begitu larut, satu pesan pun tak muncul di layar hp. Aku tertidur. Bapak datang dengan maksud menegur perasaanku. Mengapa aku begitu menunggu seseorang yang belum tentu mau berjuang untukku, sementara di seberang sana ada laki-laki yang sepenuh hidupnya adalah perjuangan untukku. Mengapa aku begitu berharap pada laki-laki lain, sementara ada laki-laki yang cintanya akan selalu tumbuh dan berbuah manis meskipun jarang kurawat. Mengapa aku merindukan seseorang, sementara orang yang setiap waktu merindukanku kuabaikan. Uang 100ribu satu-satunya yang Bapak miliki di mimpi itu, ia antarkan padaku. Mengingatkan bahwa sepenuh cintanya, akan ia berikan padaku. Sebagai seorang Bapak, bias

Bermimpi Bapak

Malam ini. Tuk ke sekian kali aku bermimpi Bapak, kemudian menangis. Di mimpi kali ini Bapak menyusulku ke Jogja hanya untuk memberikan uang sebesar 100 ribu yang ia kumpulkan dengan susah payah. Cerita lengkapnya: Bapak tidak tega melihat kondisiku berjuang mencari uang untuk kebutuhanku sendiri. Ia kemudian menyusul ke Jogja bersama orang rumah (Mamak dan kedua adikku). Selama berhari-hari ia bekerja sebagai tukang bangunan hingga akhirnya di suatu malam ia memintaku bertemu dengannya di daerah Krapyak. Kutemui Bapak setelah mengajar. Sepeda kukayuh dan berhenti di depan toko yang terdapat meja dan kursi di emperannya.  Bapak sudah menunggu. Ia bilang hanya ingin menyerahkan uang 100ribu padaku. S: "Tapi Bapak nanti ga punya uang kalo itu buat aku." B: "Iya, tinggal 10ribu ini uang Bapak." S: "Ya udah uang itu dipake Bapak aja..." B: "Ga, Bapak kemarin bla bla bla (menceritakan rizki" yg selalu ia dan orang rumah dapatkan m

SKRIPSI eps 2

Kepulangan Beliau Memulai Segalanya Pada hari Senin di penghujung Desember (26/12) setelah saya mengirimkan revisian, beliau mengatakan kalau besok Rabu sudah di Jogja. Seperti petir menggelegar di musim kemarau, antara kaget, takut, dan senang bercampur jadi satu. Kaget karena tiba-tiba pulang, takut karena saya seperti belum siap, senang karena artinya saya tidak harus bimbingan jarak jauh lagi. Jum’atnya, tanggal 30 Desember saya segera menemui beliau di kampus untuk pertama kalinya bimbingan resmi secara langsung. Saat itu saya mengecewakan beliau karena banyak PR-nya yang belum saya kerjakan seperti melengkapi borang bimbingan, tanda tangan, mencari tau di buku ini di buku itu, dan saya terima dengan legowo kejengkelan beliau akibat kelalaian saya menunda-nunda melakukan semuanya hingga terlena. Niatnya, paginya saya mau selesaikan, eh tapi jam 11 laptop saya tiba-tiba tidak mau nyala. Hahaha Berbekal proposal yang sudah mengalami berkali-kali revisi, beliau langsung me