Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Cukup

Cukup.  Satu kata yang membuatmu merasa sudah paham ATAU sama sekali tak ingin lagi berusaha memahami. Cukup.  Satu kata yang bisa jadi pertanda kau semakin percaya ATAU sama sekali kau lelah untuk berlatih mempercayai. Cukup.  Satu kata yang membuatmu tak perlu lagi berlari karena berhasil menggenggam yang kau kejar ATAU sama sekali berhenti lalu berbalik arah tak ingin lanjut berjuang melangkah bersama. Cukup.  Tuhanku Maha Mencukupi.  Cukupkan aku segalanya, Ya Allah, agar aku tak perlu meminta kecuali hanya kepada Engkau.

Aku Mencarimu

Aku mencarimu Sepanjang purnama dan musim bunga padma Aku mencarimu Sedalam buaian kasih Ayahanda Aku mencarimu Sejauh rindu yang tertatih dalam diam Aku menemukanmu di depanku Dalam baris jamaah tentara shubuh . . . . . . . *Jangan suka baperan kalo anak sastra posting tulisan!

Bapak part 2

Bapak Sekarang Kami mengulang kehidupan dari awal lagi semenjak saya berusia 8 tahun. Pindah rumah, pindah sekolah, berpisah dengan teman-teman, meninggalkan kota dan pergi ke sebuah desa bernama Jungpasir. Bapak sekarang masih tetap ganteng, hanya saja bertambah tua dan hitam karena bekerja di sawah. Ini adalah sebuah jungkir balik dunia Bapak karena dulu hanya dia anak Mbah satu-satunya yang tidak mau ngencik sawah. Dia mulai mau benar-benar terjun ke sawah setelah adik saya yang kedua lahir, yaitu ketika saya berusia 13 tahun. Semenjak itu Bapak benar-benar meninggalkan Jakarta. Sampai saat ini Bapak masih sering khawatir kalau saya berangkat ke Jogja. Tidak hanya sekali Bapak ngotot mengantar saya sampai Semarang karena tidak tega kalau saya sesak-sesakan sendirian di bus jurusan Jepara-Semarang yang sangat brutal itu. Mending ya kalau mengantarnya pakai sepeda motor, lah Bapak mengantar saya dengan ikut naik bus, membawakan barang bawaan saya, dan menunggu bus di Terboyo

Bapak part 1

Dari kemarin-kemarin ingin sekali membuat tulisan tentang Bapak. Apalagi kemarin teman saya meminta izin hari-hari ini tidak bisa menemani saya karena dia harus pulang kampung, Bapaknya di opname . Saya jadi tambah ingat Bapak sekaligus merindukannya. Bahkan semalam sampai menangis mengingat-ingat segalanya. Eh ternyata ini hari Ayah, 12 November. Pas lah momennya. My Little Me Saya bersyukur dilahirkan sebagai anak pertama, anak yang menyaksikan sendiri perjuangan sepasang suami isteri yang baru memulai rumah tangga. Benar-benar dari nol mereka berjuang karena jauh dari kedua orang tua. Orang tua Bapak di Demak, orang tua Ibu di Kutoarjo. Setau saya –yang tentu saja juga tau dari mereka, mereka mengontrak rumah di daerah Ciledug sejak menikah. Bapak berjualan buah di daerah Blok M, Ibu sesekali membantu di konveksi milik Bude yang rumahnya tidak jauh dari tempat tinggal kami. Setahun lebih sebulan setelah mereka menikah, tepatnya hari Sabtu Wage saat matahari sedang bersi

I am Who I am

Sudah pernah tes kepribadian? Sudah dong pasti. Entah mengapa dari dulu saya suka sekali mencari tahu tipe-tipe kepribadian diri sendiri. Setiap ada tes kepribadian baik dari buku, dari youtube , dari google , bahkan dari tebak-tebakan orang lain pun saya tertarik. Dan pokoknya hal-hal yang berbau psikologi, saya suka. Sejak lulus MIN (setingkat SD), saya senang meminjam buku-buku yang tidak ada di perpustakaan MTs (setingkat SMP) dari guru saya. Paling digemari ya buku tentang psikologi selain sejarah dan novel. Saya merasa de javu karena sore ini disodorkan lagi buku untuk mengetahui kepribadian diri sendiri melalui MBTI Assessment . Kelas VIII (kalau tidak salah ingat) saya pernah membaca buku berjudul Psikologi Jung (Nama lengkapnya Carl Gustav Jung). Hanya buku fotokopian sih yang saya baca, ukuran A5 sampulnya biru kertas buffalo. Ada di buku diary saya mengenai kesan terhadap buku tersebut. Salah satu yang saya ingat betul terdapat dalam buku itu adalah tipe-tipe sekaligu

Takdir

Aku tidak pernah meminta siapa pun tuk datang di sisiku, termasuk kamu.  Sebab aku tahu, untuk mengerti diriku saja, rumit.  Apa iya aku bisa menjadi sosok pengertian untukmu? Aku tak pernah menahan siapa pun untuk tak pergi dari jiwaku, termasuk kamu.  Sebab aku tahu, untuk menahan gejolak egoku saja, sulit.  Apa iya aku punya kekuatan mempertahankanmu? Bila aku kau kategorikan datang dalam hidupmu menyayangimu, memerhatikanmu, dan tetap setia menggenggam erat jemarimu meski kau kadang berbuat salah di belakangku, ketahuilah sungguh itu bukan mauku. Begitu juga bila suatu hari kau merasakan upayaku untuk terlepas darimu, ketahuilah, sungguh itu juga bukan inginku. Ada sesuatu yang hanya bisa kita jalani, bukan ciptakan.  Bahwa aku dan kamu bertemu, lalu kelak berpisah bukanlah kemauan kita, tetapi justru kehendak-Nya.  Begitu juga berlaku pada seberapa hebat aku bertahan sekaligus mempertahankan.  Ada peran-Nya yang tak bisa kita tepikan. Kau boleh hitu

A. Suudi

Kemarin adalah hari ini, Esok adalah impian masa kini. Seni itu panjang,  agama itu dalam,  dan hidup itu pendek. . . . . (Ditulis saat sedang lembur. Seperti biasa, saat-saat kepepet seperti ini justru kepikiran ingin membuat ini ingin membuat itu, ingin menulis ini ingin menulis itu, padahal dosen pembimbing esok pagi menunggu). 

Semester Tujuh part 2: Pasangan Hidup

Ada orang bilang, “Mencari isteri/suami itu mudah, mencari jodoh yang sulit.” Hm, kalau kata orang itu benar, ngeri sekali ya. Saya membayangkan ada orang yang sudah berkali-kali menikah tapi belum juga bertemu jodohnya. Dan ternyata jodohnya belum dilahirkan atau sudah meninggal. Lha terus dari kemarin-kemarin menikahi jodohnya siapa? Taunya itu jodoh atau bukan dari mana? Apakah yang membersamai sampai meninggal itu namanya jodoh atau justeru belum tentu jodoh? Apakah bersatu dalam pelaminan bukan karena mereka berjodoh? Lalu bagaimana dengan statemen “tidak berjodoh di dunia tak apa, asal berjodoh di akhirat”? Apakah satu orang bisa memiliki jodoh lebih dari satu?  Kalau iya, lalu bagaimana dengan janji Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan? Kalau menurut saya, “Mencari orang untuk dijadikan pacar itu mudah, mencari orang untuk dijadikan suami yang sulit.” Hal ini terbukti dari survey saya terhadap teman-teman saya yang memiliki pacar. Kebanyakan dari mereka tidak in

Semester Tujuh part 1: Tugas Akhir, Partner in Run, Permata Courses

Rasanya lama sekali sungguh saya tidak posting apapun di blog. Désolé, je n’ ai pas d temps. Ea, engga, engga… Tadi pagi saya sadar, semakin banyak saya menceritakan secara lisan apa yang saya alami dan ada di pikiran saya sebelum dituliskan, akan semakin sedikit kemungkinan saya menceritakannya lagi melalui tulisan. Pertama, karena menceritakan lewat lisan lebih simpel. Kedua, karena kalau sudah diceritakan lewat lisan, saya merasa tanggungan saya untuk menyampaikan kepada orang lain sudah lunas. (Ew, emangnya Rosul!). Dan kemudian hari ini terketuk hati saya untuk segera menulis, walaupun di sela-sela deadline revisi skripsi untuk besok dan saya baru melakukan 10% pembenahan dari yang diinstruksikan dosen saya. Sekarang saya masih bimbang, apakah mengatakan belum selesai atau pura-pura lupa. Yang jelas sekarang saya sedang ingin menulis. Tugas Akhir Sebenarnya ini adalah prioritas utama di semester tujuh. Jumlah SKS yang harus dipenuhi untuk lulus sudah saya borong di

Menjeda Penat

(No Caption, No Sara, No Bully) (Ingat predikat santri, di manapun tetep sholawatan) Dari kiri: penabuh kecrik tingkat nasional, Syarifah Aini; penggagas lagu, Bian Ihda An-Naila; koreografer, Dian Sofia A; vokal utama, Lutfi Nurul Hidayah; kameramen, Malikati Zahro.

Lovely Sound

Duhai Sang Penggugah Jiwa, tolonglah pemuda dari panasnya api neraka Sang Pemberi Syafaat di setiap nyawa, naungi kami dengan kemulyaanmu Tiada yang menolongku di hari kiamat selain Engkau, Duhai Nabi yang berkawan dengan mendung, Aku berharap keselamatan yang tiada lain darimu, dengan pangkat sahabat yang bergelar ahli taqwa… Nb. Dari sekian banyak lagu sholawat, ini yang sedang paling banyak saya dengarkan. Selain karena liriknya yang bagus, suaranya juga masuk ke hati. Siapa yang bernyanyi dari hati, pasti akan sampai juga ke hati. Check this out!

44th

44 th Untuk ibuku tercinta yang selalu kupanggil “Mamak” karena panggilan “Ibu” begitu mainstream katanya. Ibu lurah, ibu nyai, ibu guru, ibu penjual gorengan, ibu-ibu pejabat, ibu-ibu tetangga, semuanya dipanggil Ibu. Kalau “Mamak” pasti hanya ibu kandung yang mendapat panggilan itu. Lima hari yang lalu, ada seorang (guru) yang bercerita padaku. Dia bilang aku beruntung dibesarkan olehmu. Caramu mendidik anak-anakmu berbeda dengan orang lain mendidik anak-anaknya. Bukan hanya sabar, tapi kau tega. Kau tidak menuruti semua kemauan anakmu, kau tidak memanjakan anakmu, tapi kau tidak melepaskan anak-anakmu begitu saja. Panjang lebar dia mengungkapkan penilaiannya terhadap dirimu dan Bapak dalam pandangannya. Aku sebenarnya tidak terlalu paham mengapa dia tiba-tiba berkata demikian. Bingung menanggapi pembicaraan itu, kusela, “Masa iya? Tapi adekku yang paling kecil itu nakal kok!” “Dia akan lebih nakal lagi kalau bukan ibumu yang mendidiknya,” jawabnya singkat. Menurutku dia s

Ke-Ningrat(-Ningratan)

Gambarnya ga terlalu nyambung sih. Untuk mengubah suatu tradisi pasti membutuhkan proses yang sangat panjang dan lama, tidak bisa langsung cling “ avra kadavra” . Nabi Muhammad misalnya yang salah satu misinya adalah menghapus tradisi perbudakan. Beliau sempat memiliki budak kira-kira sebanyak 70 orang. Utsman bin Affan memiliki budak sebanyak 1000 orang. Bahkan setelah Nabi wafat, perbudakan masih menjamur, hanya saja perlahan mulai bergeser fungsi dan derajatnya. Budak-budak bukan lagi orang yang lemah dan tak punya pilihan. Mereka justru direkrut, diseleksi, dan digodok dalam berbagai aspek kehidupan sebelum terjun ke bidang masing-masing. Bahkan di zaman pertengahan, budak bisa menjadi seorang negarawan. Salah satu contoh yang cukup dikenal dalam hal itu adalah Sultan Mamluk, Al-Mansur Qalawun Al-Alfi (1280-1290 M). Nama terakhirnya didapat karena ia dulunya dibeli seharga 1000 dinar. Ratusan tahun berlalu, dengan proses yang panjang barulah sistem perbudakan secara de jure