Skip to main content

Puisi Nyai Robi'ah



Doa Rabiah dari Basrah



Wahai Tuhanku,

Apapun jua bahagiaan dari dunia kini yang akan Kau anugerahkan padaku, anugerahkan itu pada musuh-musuh-Mu dan apapun jua bahagiaan dari dunia akan tiba.



Wahai Tuhanku,

Urusanku dan gairahku di dunia kini dan dunia akan tiba adalah semata mengingat Dikau di atas segalanya.

Dari kesegalaan di semesta ini pilihanku adalah berangkat menemui-Mu. Inilah yang akan kuucapkan kelak “Dikaulah segalanya.”



Wahai Tuhanku,

Tanda paling permata dalam hatiku adalah
harapanku pada-Mu dan kata paling gula di lidahku adalah pujian pada-Mu dan waktu paling kurindu adalah jam ketika aku bertemu dengan Kau.



Wahai Tuhanku,

Aku tak dapat menahankan hidup duniawi ini tanpa mengingat-Mu dan bagaimana mungkin daku hidup di dunia akan tiba tanpa menatap wajah-Mu?



Wahai Tuhanku,

Inilah keluhanku. Daku ini orang asing di kerajaan-Mu dan mati kesepian di tengah-tengah penyembah-Mu.

Wahai Tuhanku, jangan jadikan daku kelewang di tengah penakluk perkasa. Jelmakan daku jadi tongkat kecil penunjuk jalan bagi si orang buta.



Wahai Tuhanku,

Jangan jadikan aku pohon besar yang kelak jadi tombak dan gada peperangan. Jelmakan daku jadi batang kayu rimbun di tepi jalan tempat musafir berteduh memijat kakinya yang lelah.



Wahai Tuhanku,

Sesudah mati, masukkan daku ke neraka dan jadikan jasmaniku memenuhi seluruh ruang neraka sehingga tak ada orang lain dapat masuk ke sana.

Wahai Tuhanku,

Bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikanlah neraka kediamanku. Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat di surga, maka tutuplah pintu surga selamanya bagiku.



Tetapi apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata, maka jangan larang daku menatap keindahan-Mu yang abadi.

            Sebelumnya, terima kasih pada bapak Taufik Ismail yang telah menerjemahkan puisi ini ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1975. Terima kasih juga pada seseorang yang telah menerjemahkan puisi aslinya ke dalam bahasa Inggris sebelumnya. Terima kasih lebih banyak pada bapak Danarto yang telah memperkenalkannya kepada saya lewat cerpen “Tangga Nada” hingga membuat bulu kuduk saya merinding. Entah efek apa, tapi baru dua kali ini saya mengalami katarsis setelah membaca cerpen. Yang pertama cerpen “Subuh itu Biru” dari majalah Annida online. Ada kok cerpennya di http://celotehsubuhku.blogspot.com/2014/03/subuh-itu-biru.html
            Puisi di atas sebenarnya sudah pernah saya baca beberapa kali sebelum saya membaca cerpen “Tangga Cinta” beberapa waktu yang lalu. Tapi entah kenapa baru terasa getarnya kali itu. Mungkin kejiwaan sangat mempengaruhi, entahlah... karena memang saya merasa sangat cengeng akhir-akhir ini. Lebih-lebih ketika sedang sendiri, melamun, maupun ketika hendak tidur. Tapi tak apa, bapak Taufik Ismail pun sering menangis, baik ketika membaca puisi, ketika sholat, ketika mengaji, bahkan ketika berbicara biasa. Ya Allah... Seandainya dengan cara itu Kau lembutkan hatiku dan Kau bersihkan mataku dari penyakit-penyakit dan dosa yang menempel padanya, aku bangga Ya Robb...
                                                                                    Sabtu, 22 Maret 2014

Comments

Most read

Di Balik Bait yang Menyentuh Hati 2

Kali ini tentang cinta. Cerdasnya itu orang yang bisa menghubung-hubungkan bait-bait alfiyah dengan cinta. Mewakili kegamanganku pula isinya. Wes jannn... santri Sarang!!! Ini saya beri sedikit tambahan kata-kata dari saya. Meskipun begitu, ide pokoknya tetap dari teman saya itu. Sayangnya, sepertinya ada yang terdistorsi karena keteledoran saya. Mau nyari lagi ketemunya lama... Ah, ya udah ini dulu ya ^_^ "Faqod yakunaani munakkaroini, kama yakunaani mu'arrofaini” "Alfiyah Ibnu Malik bab Atof bait 537" Terkadang pasangan suami istri itu ditemukan secara kebetulan sama tidak mengenalnya, dan terkadang keduanya sudah mengenal sejak kecil. Menikah adalah saat dimana ketidaksempurnaan bukan masalah yang dipermasalahkan Saat dimana ketulusan diikatkan sebagai senyum kasih Saat dimana kesendirian dicampakkan sebagai kebersamaan Saat dimana kesetiaan harga mati yang tak bisa dilelang Gadis perawan bagaikan penghalang dan satir bagi laki-laki yang