Skip to main content

Mengenang Arif P. (Pencipta Sebutan "Ceret dan Mak Lampir")




Sabtu, 22 Agustus 2015
Saya tidak akan lupa hari ini. Hari dimana Allah memanggil teman sekaligus tetangga dekat saya Arif Prasetyo setelah sekian lama mengidap kanker hati dan baru diketahui ketika sudah sampai stadium akhir pada bulan Juni kemarin.
Mengenangnya sama dengan mengenang orang yang sangat saya benci kehadirannya pada waktu itu. Dia adalah orang pertama di Jungpasir yang menyatakan perasaan sukanya terhadap saya, menyatakan dengan cara yang sangat menyeeebalkan. Kehadirannya sangat mengganggu masa-masa orientasi saya di lingkungan baru, desa Jungpasir. Takdir menjodohkan kami sehingga harus bertemu sepanjang hari, pagi satu kelas yang sama di MIN Jungpasir, siang satu sekolah yang sama di Madrasah Diniyah Awwaliyah Jungpasir hanya saja dia satu tingkat di atas saya, dan yang paling menyebalkan, rumah baru keluarga saya berada di gang yang sama dengannya, walhasil malam pun harus bertemu dia lagi, duduk satu majlis di tempat mengaji yang sama dengan guru yang sama pula.
            Teman-teman selalu meledek Arif dengan saya, sedangkan yang dia lakukan selalu membuat saya semakin benci terhadapnya, termasuk memanggil saya "Ceret" (dari kata cerewet) dan "Mak Lampir" karena saking ketusnya sikap saya terhadapnya.  Pokoknya saat itu, apapun yang dia lakukan akan selalu salah di mata saya.
            Kebiasaannya adalah mencegat saya bersama teman-temannya di jalan setelah pulang sekolah diniyyah yang kebetulan agak jauh dari rumah. Sempat terlintas di pikiran saya waktu itu, saya adalah power ranger coklat yang akan mengeluarkan kekuatan super saya ketika dia mencegat saya di jalan. Saya habisi dia dan teman-temannya menggunakan bola api, gir, dan atau senjata rahasia yang membuat jera. Ya walaupun ujung-ujungnya saya hanya menangis dan melaporkannya pada orang tua sehingga ia pernah dimarahi habis-habisan oleh Ayah saya karena mengempesi ban sepeda saya sepulang diniyyah. Eits, itu hanya terjadi di tahun pertama ketika saya masih lemah dan belum menghimpun daya teman-teman sekitar saya.
            Tahun-tahun berikutnya, saya mulai bisa membalas perlakuannya dengan cara membully dia di sekolah saat pelajaran berlangsung. Dengan peringkat yang terus meningkat dan prestasi yang berhasil saya dapatkan, saya menjadi anak emas para guru sedangkan dia menjadi anak yang ditirikan karena kenakalan sikapnya. Melihatnya dimarahi dan dimaki sementara saya dipuji adalah kemenangan bagi saya (Astaghfirullah, jahatnya…). Dan persaingan dengan sesama teman lelaki telah menenggelamkan namanya waktu  itu, karena bukan hanya Arif yang dipacar-pacarkan dengan saya walaupun semuanya mendapat perlakuan tidak jauh berbeda seperti Arif.
            Di MTs, kami satu sekolah lagi walaupun tak pernah sekelas dari kelas VII hingga kelas IX karena sekolah kami waktu itu menggunakan model kelas unggulan. Di kelas unggulan, perbandingan laki-laki dan perempuan adalah satu banding empat, dan Arif tidak termasuk satu tersebut. Dia tidak berubah, masih suka mengganggu, hanya saja sekarang dengan cara yang lebih halus, tidak lagi anarkis seperti masa-masa di MIN. Namun sikap saya tak berubah melunak padanya. Tetap saja ketus.
            Satu hal dari Arif yang patut diacungi jempol, dia adalah satu-satunya anak yang paling bersemangat mengadakan reuni MI yang ujung-ujungnya melibatkan saya juga sebagai panitia. Karena itu, kami sempat dekat beberapa saat. Seingat saya bukan karena kepanitiaan, tapi itu adalah awal mula kami dekat dan sikap saya melunak. Saat itu dia sedang dalam kondisi terpuruk, terpukul parah karena hubungan orangtuanya di ambang perceraian. Saya tidak dekat, tapi mungkin saya adalah satu-satunya perempuan yang dia ingat sehingga menjadi tempat mencurahkan segala kesedihannya dan saya reflek memberi dorongan dan masukan untuknya, bukan atas tendensi apa-apa, melainkan kemanusiaan.
            Hampir dua bulan kedekatan kami, salah seorang sahabat saya bercerita bahwa dia menyukaii Arif dan sedang tahap pendekatan beberapa hari ini. Ia tidak tahu kalau saya adalah perempuan yang sedang dekat dengan orang itu bahkan sejak beberapa bulan yang lalu. Setiap hari sahabat saya itu menceritakan perkembangan hubungannya hingga pada akhirnya mereka berdua benar-benar pacaran. Yasudah… Ini dia mengapa saya selalu merahasiakan kedekatan saya dengan laki-laki, karena dengan begitu akan terlihat sifat asli mereka. Memang butuh penyelidikan bertahun-tahun untuk mengetahui bahwa seorang laki-laki itu benar-benar setia. Sejak saat itu saya memilih untuk menjaga jarak dengan Arif. Ia masih berusaha mendekat dan menjadikan saya tempat berbaginya, termasuk problematika pacar barunya yang sekaligus sahabat saya sendiri. Jelas saya menghindar, saya tidak membegitukan orang lain (dekat dengan beberapa lawan jenis dalam satu periode yang sama) maka saya tidak mau dibegitukan.
Saya berlalu menjauh pelan-pelan seiring dengan menjauhnya dia yang makin asik dengan pacarnya. Tidak sampai tiga bulan kemudian, hubungan percintaan mereka berakhir dengan alasan bosan (dari pihak perempuan). Dan kembali lagi, dia berusaha mendekati saya. Tapi pada hakikatnya karena saya tidak dekat dengan orang yang tidak mau saya dekati, dalam arti saya tidak dekat dengan orang yang saya tidak mau dekat dengannya. Di antaranya: orang yang sedang memberi harapan besar terhadap orang lain, orang yang telah selesai menjalin hubungan dengan sahabat saya (alias bekas pacar teman saya), dan orang yang telah mematahkan kepercayaan saya. Entah saat itu Arif masuk kategori yang mana yang jelas saya tidak dekat dengannya karena saya tidak mau. Sejak saat itu, saya jarang sekali berkomunikasi dengannya. Pesan singkat dan teleponnya hanya bergeming  di ponsel saya tanpa mendapat respon.
Siapa sangka orang yang sangat menyebalkan itu ternyata mengidap kanker hati? Saya merasa sedikit bersalah karena tidak ada satu orang pun yang menyadari sakitnya, bahkan dia sendiri pun tak sadar. Apa tidak ada seorang pun yang dijadikan tempat keluh kesahnya hingga ia selalu menyimpan sendiri semua rasa sakit dan menganggap itu adalah sakit biasa yang bisa sembuh dengan paramex atau semacamnya?

Dan saya jadi ingat sesuatu ketika masih dekat dulu. Dia pernah mengatakan, “Aku emang gak pinter Sof, tapi habis MTs, aku mau sekolah SMK jurusan otomotif, habis itu aku pengen punya bengkel sendiri, jadi pengusaha supaya bisa ngelamar kamu dan bahagiain kamu.” Yang akhirnya hanya saya respon dengan tawa tidak serius, “Hahaha”. Saya tidak mengaminkannya waktu itu. Saya cukup bahagia dia memiliki cita-cita, setidaknya dia memiliki tujuan hidup. Dan baru saya tahu juga bahwa sebelum ia divonis kanker Juni kemarin, ia bekerja di perusahaan otomotif internasional.
Idul fitri kemarin adalah pertemuan terakhir saya dengannya yang hanya tinggal kulit yang menempel pada tulang-tulangnya. Pipi yang dulu berisi, tubuh tinggi ideal yang sempat menjadikan dia salah satu siswa keren di sekolah sudah tidak bersisa. Wajah yang dulu kata orang manis, justru menjadikan saya semakin iba bertemu dengannya. Obrolan singkat kami saat itu selain minta maaf biasa, hanya seputar pengobatan kanker yang semua saran saya ternyata sudah dilakukan dan sebagian lagi tidak dapat dilakukan karena sel kankernya terlanjur menyebar luas ke bagian hati. Tidak sanggup lama-lama melihat penderitaannya, saya dan ibu saya beranjak dari rumahnya dengan menundukkan kepala, benar dia kah yang beberapa bulan lalu masih sering main di rumah tetangga saya yang rumahnya berhadapan persis dengan rumah saya dan menyuruh saya keluar untuk menyapanya? Dia kah dulu yang semasa kecil sering mengganggu saya, berteriak-teriak memanggil nama saya dari jalan raya di depan rumah, memanggil saya “mak lampir”, mengempesi ban sepeda saya, dan mencegat saya di jalan?
Tuhan, siapa sangka usianya sesingkat itu? Tuhan, sampaikan permintaan maaf saya untuknya karena telah bertahun-tahun bersikap ketus padanya serta mengabaikan semua pesan singkat, telepon, dan bbm-nya sejak reuni MTs tahun kemarin. Saya tidak membencinya, saya hanya membenci sifatnya yang sering mengganggu saya.
Ampuni dosa-dosanya, Tuhan. Saya yakin sakit tak tertangguhkan yang telah merenggut nyawanya itu adalah cara-Mu menggugurkan semua dosa-dosa Arif. Terimalah dia di sisi-Mu dan berikan kebahagiaan tiada tara untuk teman saya yang paling menyebalkan itu. Berikan keikhlasan dan kebahagiaan bagi keluarga yang ditinggalkannya, terutama Mbah Khosi’ah (nenek Arif) dan Andiyah (adiknya) yang selalu menyambut saya dengan wajah riang jika saya menanyakan kabar Arif. Berikan kebahagiaan bagi mereka semua, Ya Allah. Aamiin yaa mujibassailiin…

Selamat jalan, Arif Prasetyo, pencipta sebutan "Ceret" dan "Mak Lampir".

Comments

Most read

Di Balik Bait yang Menyentuh Hati 2

Kali ini tentang cinta. Cerdasnya itu orang yang bisa menghubung-hubungkan bait-bait alfiyah dengan cinta. Mewakili kegamanganku pula isinya. Wes jannn... santri Sarang!!! Ini saya beri sedikit tambahan kata-kata dari saya. Meskipun begitu, ide pokoknya tetap dari teman saya itu. Sayangnya, sepertinya ada yang terdistorsi karena keteledoran saya. Mau nyari lagi ketemunya lama... Ah, ya udah ini dulu ya ^_^ "Faqod yakunaani munakkaroini, kama yakunaani mu'arrofaini” "Alfiyah Ibnu Malik bab Atof bait 537" Terkadang pasangan suami istri itu ditemukan secara kebetulan sama tidak mengenalnya, dan terkadang keduanya sudah mengenal sejak kecil. Menikah adalah saat dimana ketidaksempurnaan bukan masalah yang dipermasalahkan Saat dimana ketulusan diikatkan sebagai senyum kasih Saat dimana kesendirian dicampakkan sebagai kebersamaan Saat dimana kesetiaan harga mati yang tak bisa dilelang Gadis perawan bagaikan penghalang dan satir bagi laki-laki yang