Skip to main content

Kembali ke Blog Setelah Vakum Setahun


Jujur saja setelah menikah diri ini dimanja dengan waktu luang. Jaman gadis, saya sangat mendambakan waktu luang, di mana saya bisa membaca sepuasnya, mengaji sepuasnya (ehemmm masa seeeh), dan menulis sepuasnya karena tidak ada tuntutan apa-apa. Kenyataannya semakin banyak waktu luang yang dimiliki, semakin sulit mengatur jadwal karena terlena dengan tidak adanya tuntutan dari orang lain. Itulah mengapa ada petuah:

“When syaithan can’t make you commit sins, he makes you waste your time”.

Sebelum menikah, jadwal saya full seharian:
Pagi bangun tidur pukul 04.00 ke kamar mandi untuk mandi, wudhu, sholat, bangunin anak-anak asrama PP. Al-Hakim Putri tercinta, lanjut jamaah subuh dan menyimak bacaan Qur’an dan hafalan anak-anak. Setelah itu oprak-oprak anak untuk piket (yang ini dua hari sekali), siap-siap berangkat ke sekolah di jam 0 untuk tahfidz, sarapan, lanjut berangkat ngantor sampai pukul 17.00 WIB.

Pulang dari kantor langsung makan, istirahat sebentar, mandi bila perlu, lalu tiba-tiba sudah magrib. Jamaah magrib, menyimak bacaan Qur’an anak-anak, menunggu isya’ sambil mengaji, jamaah, lalu kalau ada jadwal ngajar kitab ya ngajar, kalau tidak ya rebahan sampai Asatidz yang mengajar pulang. Setelah itu barulah jam bebas sekitar 20.30 tapi baru benar-benar bebas di atas pukul 21.00 yang biasanya kami (saya dan Mb Alfi) gunakan untuk pillow talk.

Hari Sabtu kantor masuk setengah hari, setengah harinya lagi buat ngajar les. Hari Minggu kantor libur, sekolah libur, tapi pondok tidak libur dan baju kotor seminggu minta disentuh, hehe, begitu terus pokoknya. Dan waktu seminggu penuh itu masih disambi jualan baik online maupun offline demi tambahan biaya nikah.

Eits, tapi kenyataannya tidak serupek itu. Saya masih bisa santai-santai karena di kantor yang dari pukul 08.00-17.00 itu saya selooo sekali. Sibuknya hanya kalau Pak Bos ada perlu, hehe. Waktu Sabtu-Minggu kalau libur ngeles saya gunakan untuk me time berwisata kuliner atau berkumpul dengan teman-teman, kadang teman pondok, teman kuliah, atau teman KKN. Seringnya sih sama teman kamar yang 24/7 sama-sama terus yaitu Mba Alfi.

Kemudian setelah menikah tentu saja saya pindah dari asrama putri, autolepas tanggung jawab yang 24 jam itu. Saya juga resign dari kantor karena hal itu sudah menjadi kesepakatan bersama saya dan suami saya jauh sebelum menikah. Dan otomatis jadwal saya masih sama seperti saat gadis, hanya dikurangi dua hal: mengurus anak asrama dan ngantor di mana dua hal itu adalah yang paling banyak menyita waktu saya.

Switching: Catatan Seorang Istri Newbie

Kehidupan seselo itu apakah Anda menyesal? Setelah menikah alhamdulillah saya tidak menyesal atas semua keputusan ini. Berkat saya resign dari kantor jadi bisa pacaran lama lama dengan suami. Bisa liburan tanpa mikir juga dengan suami. Bisa mengabdi sepenuhnya juga dengan suami. Sebab kapan lagi merasakan itu semua? Karena setelah punya anak perhatian pasti terbagi, kasih sayang terbagi, waktu luang pun terbagi.

Saya sengaja menghabiskan masa muda (*baca:gadis) saya dengan semua kesibukan itu. Saya ingin saya selesai dengan diri sendiri sehingga tidak ada lagi penyesalan di akhir manakala disibukkan dengan urusan rumah tangga setelah menikah atau menjadi ibu nantinya.

Yang saya damba-dambakan untuk membaca sepuasnya terwujud, mengaji sepuasnya juga iya (karena kalau mengaji baru sedikit pasti udah puas kan? :p), tapi menulis? Hemmm gimana ya? Terbukti tidak satu pun tulisan yang saya hasilkan semenjak menikah, huhu. Baru sekarang ini mumpung ada laptop nganggur milik adik saya. Netbook saya sudah tidak ada kabarnya, saya ikhlaskan di tempat servis. Milik suami saya tentu dipakainya sendiri untuk kerja. Hm, alasan saya saja lah ini. Wong kalau saya bilang mau pinjam pasti diberikan kok.

Sebuah Pesan Penting

Bagi siapa saja yang hendak menikah, selesaikan dulu urusan dengan diri sendiri. Keputusan untuk menikah jangan sampai diambil hanya karena menginginkan hubungan yang halal. Dewasakan diri sendiri sebab hidup berdua (sebelum bertiga dan seterusnya) selalu butuh kesepakatan berdua. Kalau ego diri masih tinggi, dijamin pernikahan akan ramai karena selalu bantah-bantahan.

Sebelum menikah, pastikan sudah selesai urusanmu dengan diri sendiri. Pastikan bahwa tidak ada lagi yang ingin diraih kecuali kesempurnaan dalam rumah tangga. Sebab menikah itu ibadah yang paling lama, bayangkan berapa banyak pahala yang mengalir apabila kita menjalankannya dengan benar.


*ERrrrrrr, tadinya mau nulis soal lahiran kok jadi ngelantur. Mana ga sesuai sama judulnya. -___-
Maafkan ya penonton kalo gak sengaja kebaca curhat random ini. Ditunggu tulisan selanjutnya.

Comments

Most read

Di Balik Bait yang Menyentuh Hati 2

Kali ini tentang cinta. Cerdasnya itu orang yang bisa menghubung-hubungkan bait-bait alfiyah dengan cinta. Mewakili kegamanganku pula isinya. Wes jannn... santri Sarang!!! Ini saya beri sedikit tambahan kata-kata dari saya. Meskipun begitu, ide pokoknya tetap dari teman saya itu. Sayangnya, sepertinya ada yang terdistorsi karena keteledoran saya. Mau nyari lagi ketemunya lama... Ah, ya udah ini dulu ya ^_^ "Faqod yakunaani munakkaroini, kama yakunaani mu'arrofaini” "Alfiyah Ibnu Malik bab Atof bait 537" Terkadang pasangan suami istri itu ditemukan secara kebetulan sama tidak mengenalnya, dan terkadang keduanya sudah mengenal sejak kecil. Menikah adalah saat dimana ketidaksempurnaan bukan masalah yang dipermasalahkan Saat dimana ketulusan diikatkan sebagai senyum kasih Saat dimana kesendirian dicampakkan sebagai kebersamaan Saat dimana kesetiaan harga mati yang tak bisa dilelang Gadis perawan bagaikan penghalang dan satir bagi laki-laki yang