Skip to main content

Kita, Inlander?



Hari ini belajar tentang mental inlander, yaitu sebutan ejekan untuk kita para korban jajahan asing sejak zaman kolonial Belanda dahulu. Ada yang bilang bahwa mental inlander adalah  sidrom minder, rasa rendah diri, dan inferior. Amien Rais dalam bukunya “Agenda Mendesak Bangsa, Selamatkan Indonesia!” ciri-ciri mental inlander ada tiga, yaitu:
1.      Penakut
2.      Ketergantungan
3.      Bodoh
Jadi, mentalitas inlander adalah mentalitas rendah diri, minder, dan mental budak, mental-mental ketergantungan dan mental tidak percaya diri terhadap kemampuan kita sendiri dan menganggap orang lain lebih unggul dari kita.
Lhaiya, perasaan seperti ini kalau menjadi sikap lahir bukankah nyaris sama persis seperti sikap tawadhu’ yang diajarkan Rasulullah. Maksudnya kita tidak boleh merasa lebih unggul dari yang lain. Dan kebalikan dari itu, sikap pemberani, merasa bisa melakukan semuanya seorang diri, dan menganggap orang lain di bawah kita akan menjadikan sikap takabbur. Bagaimana ini?
Oh mungkin yang berbeda adalah sifat dalamnya. Untuk bersikap dengan orang lain memang diperlukan sikap tawadhu’ sebagaimana Rasulullah. Tawadhu’ bukan berarti rendah diri, melainkan rendah hati. Rendah hati dalam kadar yang berlebihan dapat menjadikan kita minder, sementara bukan itu yang Rasulullah ingin ajarkan kepada kita.
Sebagai penyeimbang agar tidak minder, Rasulullah juga mengajarkan sikap percaya diri. Ada maqolah berbunyi: “Al i’timad ‘alan-nafsi asaasun najah” (Percaya diri merupakan kunci pokok keberhasilan). Dan percaya diri dalam kadar berlebih juga dapat menimbulkan sikap takabbur alias gumedhe alias sombong.

Ya Allah, ajari kami bersikap sedang-sedang saja, tidak kurang dan tidak lebay. Aamiin.
                                  Maskam UGM, 9 Februari 2014

Comments

Most read

Di Balik Bait yang Menyentuh Hati 2

Kali ini tentang cinta. Cerdasnya itu orang yang bisa menghubung-hubungkan bait-bait alfiyah dengan cinta. Mewakili kegamanganku pula isinya. Wes jannn... santri Sarang!!! Ini saya beri sedikit tambahan kata-kata dari saya. Meskipun begitu, ide pokoknya tetap dari teman saya itu. Sayangnya, sepertinya ada yang terdistorsi karena keteledoran saya. Mau nyari lagi ketemunya lama... Ah, ya udah ini dulu ya ^_^ "Faqod yakunaani munakkaroini, kama yakunaani mu'arrofaini” "Alfiyah Ibnu Malik bab Atof bait 537" Terkadang pasangan suami istri itu ditemukan secara kebetulan sama tidak mengenalnya, dan terkadang keduanya sudah mengenal sejak kecil. Menikah adalah saat dimana ketidaksempurnaan bukan masalah yang dipermasalahkan Saat dimana ketulusan diikatkan sebagai senyum kasih Saat dimana kesendirian dicampakkan sebagai kebersamaan Saat dimana kesetiaan harga mati yang tak bisa dilelang Gadis perawan bagaikan penghalang dan satir bagi laki-laki yang